Penampakan dari soto itu sendiri, nasi yang diberi sajian ayam yang diiris tipis, irisan sayur kol, tomat, telur rebus, bawang goreng dan seledri. Kemudian disiram kuah kuning bening yang melimpah.Â
Nah, ini. Untuk topingnya, bubuk koya tersaji tersendiri dalam wadah besar yang disajikan di meja. Tidak dicampur dalam sajian semangkok soto, melainkan mengambilnya sendiri sesuai dengan selera.Â
Saya mengambil satu sendok koya, lalu menaburkannya dalam semangkok soto. Bubuk koya memberi cita rasa yang berbeda dalam semangkok soto. Kuahnya menjadi lebih pekat ketika teraduk bersama bubuk koya. Mantap nih.Â
Sesuap demi sesuap nasi soto berpindah tempat. Menuntaskan rasa lapar saya sedikit demi sedikit. Agak memaksa karena tadi porsinya besar. Dengan mencomot satu tusuk sate daging yang tersaji di meja, akhirnya semangkok soto habis juga. Ternyata saya memang lapar! Hahaha...
Dua porsi soto, dua tusuk sate, dan dua gelas teh hangat manis dibandrol lima puluh ribu rupiah. Kenyang tidak pakai protes. Mantap!
Menikmati berbagai sajian kuliner Indonesia memang sangat menyenangkan. Salah satunya adalah mencicipi Soto Lamongan dengan khas toping koya yang gurih. Mengenal dan mencicipi Soto Lamongan, paling tidak menambah perbendaharaan cita rasa kuliner daerah yang ada di Indonesia.Â
Seperti yang sudah sebelumnya, saat saya mencicipi soto yang berbeda, dari berbagai daerah yang berbeda pula. Sajian soto bisa dinikmati dengan ciri khas masing-masing daerah. Itu baru satu menu: soto. Belum lagi menu lainnya. Betapa kaya kuliner yang ada di Indonesia, ya. Bangga deh rasanya jadi orang Indonesia.
Nah, mencintai makanan tradisional khas Indonesia, juga salah satu cara mempertahankan kuliner tradisional agar senantiasa ada. Karena makanan itu akan tetap ada dan tersaji, jika ada penikmat dan penggemarnya. Rasanya yang pasti lezat, tidak diragukan lagi, bukan?Â