Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Menikmati Semangkok Bakso Rusuk yang Menarik Hati

21 Oktober 2020   16:25 Diperbarui: 22 Oktober 2020   15:56 1741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Warung Bakso Bu Sinden Ambarawa. (Foto: Wahyu Sapta).

Kemarin suami saya pamer, habis jajan bakso rusuk. Katanya enak banget. Saya protes, kenapa nggak ngajak saya? Saya berkata sambil cemberut. Rupanya cemberut itu membuat suami tak enak hati, lalu merayu. "Buk, jangan kuatir, besok kuajak ke sana deh." Asiiik...

Dan sesuai janjinya, hari ini saya diajak menikmati semangkok bakso rusuk. Eh, ternyata lokasi warung bakso itu tidak di Semarang. Jauh ke Ambarawa. 

Duh, kenapa juga jajan bakso harus jauh, sih? Rupanya dia sedang ada keperluan ke sana dan nemu warung bakso yang berbeda dari lainnya. Lalu dikepoin dan mampir.

Suami saya hapal jika istrinya menggemari bakso. Sejak zaman pendekatan, jika kencan juga mampirnya ke warung bakso. Dulu ia tidak begitu suka bakso. Hanya beradaptasi dengan kegemaran saya. Eh, jadi ketularan deh sukanya. 

Hem, apakah cinta itu membuat seseorang berubah, ya? Hahaha... Cius, dulu saya juga tidak doyan petai. Eh, sekarang jadi doyan, meskipun sekedar doyan saja. Ya gegara suami menyukai petai garis keras, maka saya menyesuaikan. Padahal kalau habis makan petai saya sering menggerutu karena efek setelahnya. 

Nah, balik lagi masalah bakso nih. Siapa yang tidak suka makan bakso? Hampir semua menyukai. Makanan favorit ini berbahan dasar daging sapi, yang dihaluskan kemudian diolah menjadi bahan adonan bersama tepung kanji. Adonan ini kemudian dipulung bulat lalu direbus. 

Bakso sapi adalah daging sapi yang dihaluskan kemudian diolah menjadi bahan adonan bersama tepung kanji. Adonan ini kemudian dipulung bulat lalu direbus. Hem, banyak penggemarnya loh. (Foto: Wahyu Sapta)
Bakso sapi adalah daging sapi yang dihaluskan kemudian diolah menjadi bahan adonan bersama tepung kanji. Adonan ini kemudian dipulung bulat lalu direbus. Hem, banyak penggemarnya loh. (Foto: Wahyu Sapta)
Bentuk bulat bakso disajikan dalam mangkok bersama mie dan kuah. Hem, sedap. Apalagi disantap dalam keadaan hangat dan cuaca yang mendung menjelang hujan yang dingin. Cocok. Klop.

Gurih dari bakso membuat orang ingin menikmatinya kembali alias nagih. Aroma sedap daging bakso memang khas. Hayo, bagi penggemar bakso, mana pernah merasa bosan untuk menyantapnya? Jawabannya pasti tidak. 

Sampailah kami di warung bakso yang dimaksud. Berada di Jalan Raya Ngampin Krajan Ambarawa. Nama warungnya Bakso Balungan Bu Sinden. Tersedia berbagai macam menu bakso. Ada bakso balungan, bakso rusuk, mie ayam bakso dan banyak lagi. Saya tertarik dengan bakso rusuk yang di pamerkan kemarin. 

Warung Bakso Bu Sinden Ambarawa. (Foto: Wahyu Sapta).
Warung Bakso Bu Sinden Ambarawa. (Foto: Wahyu Sapta).
Kemudiaan kami memesan 2 porsi. Setelah menunggu beberapa saat, pesanan datang. Taraaa...

Semangkok bakso rusuk siap dinikmati. Seperti apa sih bakso rusuk itu? 

Ternyata, bakso rusuk adalah rusuk iga sapi yang dibalut dengan adonan bakso. Rasanya? Tentu saja enak sekali. Iga sapi yang telah empuk, dibungkus dengan bakso. Bentuknya seperti paha ayam. Adonannya pas. Bakso tidak terlalu kenyal, lembut saat digigit. Pasti daging iganya pilihan, karena besar dan empuk. Dagingnya tebal.

Bakso rusuk berjajar, menunggu tersaji untuk penikmat bakso. (Foto: Wahyu Sapta).
Bakso rusuk berjajar, menunggu tersaji untuk penikmat bakso. (Foto: Wahyu Sapta).
Dalam satu mangkok bakso rusuk, diberi mie putih dan irisan daging sapi yang empuk pula. Duh, mata jadi berbinar-binar saking enaknya. Cuma jangan kebanyakan ya. Cukup satu mangkok saja. Kenyang. Juga efeknya nanti. Kalau sesekali bolehlah. Asal tidak setiap hari. Tetap harus jaga sehat.

Daging iga dalam bakso tebal. Mantap. (Foto: Wahyu Sapta).
Daging iga dalam bakso tebal. Mantap. (Foto: Wahyu Sapta).
Tampaknya warung ini baru berdiri. Karena dari tempatnya masih baru. Di masa pandemi, banyak orang yang mencoba bertahan dengan kreativitas agar tetap eksis. Salah satunya dengan menjual bakso yang berbeda dari biasanya.

Membuat inovasi baru agar mampu bersaing di pasaran. Misalnya warung ini. Ibu penjualnya bilang, dari segi harga tidak berani memberikan harga yang mahal, karena masih promosi. Yang penting jalan dulu dan dikenal.

Untuk satu mangkok bakso rusuk dibandrol hanya dua puluh ribu saja. Bakso balungan limabelas ribu. Harga yang cukup murah, jika dilihat dari penyajiannya yang mantap. 

Iseng saya bertanya, kalau bakso rusuk saja tidak pakai kuah per bijinya berapa? Ibunya menjawab sambil bingung karena mungkin tidak pernah ada yang bertanya demikian, hehehe... 

"Limabelas ribu saja," katanya. Sambil lanjut berbicara, bahwa bahan untuk bakso memakai daging pilihan. Iganya juga pilihan. Iya percaya deh, Bu. Iganya berdaging tebal. Maknyus. Semoga laris ya Bu, kata saya. Amin.

Selesai makan bakso, kami kemudian pulang. Hihi... kadangkala memang perlu jalan-jalan untuk menikmati hidup. Tidak setiap saat. Hanya sesekali. Agar tak terlalu berpikir pada beban hidup. Persoalan hidup kian menit kian baru. Itulah nikmat perjalanan hidup yang sesungguhnya.

Masa pandemi membawa efek yang cukup mengejutkan bagi banyak orang. Tidak hanya satu dua orang saja, melainkan mendunia. Jika terlalu dipikirkan, nanti gampang stres. 

Berkreasi dan bertahan pada kondisi, adalah salah satu solusi menghadapi efek pandemi. Jangan cepat putus asa dan tetap berinovasi. Seperti kami, sebagai wiraswasta di level bawah, harus tetap berusaha dan bertahan dalam kondisi apapun. 

Dalam perjalanan pulang, saya melirik suami yang duduk di sebelah. Dia adalah tulang punggung keluarga. Perjuangannya demi keluarga layak disebut Hero. Hem.

"Hei, salah satu tulang rusukmu ada di aku, kan?" tanya saya sambil bekerling. Dia hanya diam, karena konsentrasi pada jalan.

Semarang, 21 Oktober 2020.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun