Ternyata, bakso rusuk adalah rusuk iga sapi yang dibalut dengan adonan bakso. Rasanya? Tentu saja enak sekali. Iga sapi yang telah empuk, dibungkus dengan bakso. Bentuknya seperti paha ayam. Adonannya pas. Bakso tidak terlalu kenyal, lembut saat digigit. Pasti daging iganya pilihan, karena besar dan empuk. Dagingnya tebal.
Membuat inovasi baru agar mampu bersaing di pasaran. Misalnya warung ini. Ibu penjualnya bilang, dari segi harga tidak berani memberikan harga yang mahal, karena masih promosi. Yang penting jalan dulu dan dikenal.
Untuk satu mangkok bakso rusuk dibandrol hanya dua puluh ribu saja. Bakso balungan limabelas ribu. Harga yang cukup murah, jika dilihat dari penyajiannya yang mantap.Â
Iseng saya bertanya, kalau bakso rusuk saja tidak pakai kuah per bijinya berapa? Ibunya menjawab sambil bingung karena mungkin tidak pernah ada yang bertanya demikian, hehehe...Â
"Limabelas ribu saja," katanya. Sambil lanjut berbicara, bahwa bahan untuk bakso memakai daging pilihan. Iganya juga pilihan. Iya percaya deh, Bu. Iganya berdaging tebal. Maknyus. Semoga laris ya Bu, kata saya. Amin.
Selesai makan bakso, kami kemudian pulang. Hihi... kadangkala memang perlu jalan-jalan untuk menikmati hidup. Tidak setiap saat. Hanya sesekali. Agar tak terlalu berpikir pada beban hidup. Persoalan hidup kian menit kian baru. Itulah nikmat perjalanan hidup yang sesungguhnya.
Masa pandemi membawa efek yang cukup mengejutkan bagi banyak orang. Tidak hanya satu dua orang saja, melainkan mendunia. Jika terlalu dipikirkan, nanti gampang stres.Â
Berkreasi dan bertahan pada kondisi, adalah salah satu solusi menghadapi efek pandemi. Jangan cepat putus asa dan tetap berinovasi. Seperti kami, sebagai wiraswasta di level bawah, harus tetap berusaha dan bertahan dalam kondisi apapun.Â
Dalam perjalanan pulang, saya melirik suami yang duduk di sebelah. Dia adalah tulang punggung keluarga. Perjuangannya demi keluarga layak disebut Hero. Hem.