Ketika pandemi ini tak segera berlalu, tingkat kejenuhan pasti akan semakin tinggi. Tanpa semangat yang menyertai, maka segala upaya yang telah dilaksanakan akan sia-sia.
Ujung-ujungnya ketika tingkat kebosanan tinggi, banyak yang akan melanggar aturan. Padahal sudah beberapa bulan dijalankan dengan tertib seperti saat awal pandemi. Sia-sia saja usaha itu.
Akibatnya virus akan semakin sulit dikendalikan agar berhenti penyebarannya. Sungguh mengerikan.
Dua Sisi Berlawanan, Harusnya Bisa Kompak Melawan Pandemi
Saya memiliki teman yang bekerja di Jakarta. Sebut saja namanya Bintang. Sebagai kepala keluarga, ia bekerja merantau di Jakarta meski keluarganya tinggal di Semarang.Â
Di hari biasa, ia pulang ke Semarang dua minggu sekali. Tetapi saat pandemi ini, hampir tiga bulan tidak pulang. Bukannya ia tak sayang keluarga dan mengabaikannya. Tetapi justru karena begitu sayangnya pada keluarga, ia rela memendam rasa rindu. Ia takut bisa menularkan virus, meski ia merasa sehat.
Setiap hari ia harus cek suhu tubuh dan dilaporkan ke kantornya. Ia menjalani WFH. Dan beberapa rapat ia jalankan lewat telekonfren.Â
Saya salut, karena memendam rindu itu sunggu berat. Jauh dari keluarga demi kenyamanan dan kesehatan semuanya.Â
Jika tak memiliki semangat yang tinggi dan karena begitu cintanya kepada keluarga, ia pasti tidak akan kuat. #Rindu itu berat, biar aku saja#.
Agaknya memang patut diacungi jempol, dengan menyamakan semangatnya melawan pandemi itu dengan semangat kebangkitan nasional yang pada tanggal 20 Mei ini diperingati. Hebat!
Dan ketika saya tanya, apakah lebaran ini ia akan pulang? Jawabnya tidak. Ia masih bertahan akan prinsipnya tentang memutus rantai penyebaran Covid-19Â dengan tidak pulang kampung ataupun mudik. Meski lebaran menantinya di kampung halaman dan bisa berkumpul dengan keluarga.Â