Kemarin, tanggal 21 April 2020. Hari dimana diperingati Hari Kartini di seluruh Indonesia. Suami saya pagi-pagi sudah menyuruh saya mandi dan berdandan.
"Ayo, buk. Mandi. Dandan yang cantik, mumpung Hari Kartini. Nanti kufoto deh. Mumpung pagi ini cuaca mendukung untuk berfoto. Pasti nanti hasilnya bagus," rayunya.
Kok ya tahu, kalau saya lagi malas mandi. Padahal kan baru musim pandemi. Kebersihan harus selalu terjaga. Lah, kalau malas mandi ya repot. Hehehe... Tapi sebenarnya saya bukan malas mandi, hanya belum sempat karena masih menyelesaikan tugas rumah. Menyapu halaman.Â
Dasar emak-emak, dimana lebih narsis jika dibanding dengan bapak-bapak. Begitu mendengar kata "difoto", saya langsung njranthal mandi dan memakai baju daerah ala Kartinian. Keusilan pun dimulai. Karena efek #dirumahsaja yang kelamaan, ide-ide aneh sering bermunculan.Â
Padahal biasanya suka jalan. Kelamaan nggak jalan, jadi agak boring. Bertanam sudah, memasak mencoba menu sudah. Lalu apa lagi?
"Bentar pak, aku mau pakai baju tenun dari Lombok yang warnanya pink. Aku suka banget. Itu aku belinya langsung asli dari Lombok. Yah, meskipun lewat temen aku. Namanya Mbak Mus. Kebetulan dia lagi pengin ke tempat wisata, trus tanya siapa yang mau nitip sesuatu."Â
![Buku ini bisa diperoleh di Gramedia, ya. Salah satu penulisnya: saya dan Pidi Baiq. Saat itu saya memenangkan sebuah event tulisan dan dibukukan. | Foto: dokpri.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/04/22/20200421-213253-5e9f962e097f36664058e8e3.png?t=o&v=770)
Lalu saya padu padankan dengan kain sarung tenun dari Makassar. Meski kain itu tidak saya beli langsung dari Makassar, melainkan di Balikpapan. Ketika saya berkunjung ke rumah kakak waktu itu. Cocok deh. Warnanya juga pink.Â
![Baju Tenun dari Lombok saya padukan dengan kain sarung tenun dari Makassar. Kalung batu yang saya beli di Pasar Kebun Sayur Balikpapan turut melengkapinya. Hahaha... narsis. Emak-emak kok ditawari foto. Yo wis... tepok jidat deh... | Foto: dokpri.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/04/22/screenshot-20200422-075010-5e9f979a097f3669056a1b32.png?t=o&v=770)
Akhirnya, ceprat-cepret, jadi. Eh, ada juga pus yang ikutan ingin difoto. "Ya udah, sini pus, foto bareng."Â
![Aku takon karo pus: Pus, opo sih sing mbok pikirke? Crito wae karo aku. Eh, puse njawab: aku ora lagi mikir opo-opo. Aku nyuwun maem, buk... hahaha... puse ngelih. Mengko yo pus, yen wis rampung foto tak paringi maem. | Foto: dokpri.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/04/22/20200421-213049-5e9f9661d541df475200b5f3.png?t=o&v=770)
Di sela foto-foto iseng, saya sempat posting kata-kata di akun facebook. Memang ya, kalau emak yang sudah bosan tinggal di rumah terus, ada saja hal yang dikerjakan untuk mengusir kebosanannya.Â
#HariKartini
#KartiniIndonesia
Kartini era sekarang, bukan melulu milik perempuan/wanita Indonesia yang bekerja dan berkarier. Seorang perempuan/wanita tangguh, seorang ibu yang mendidik anaknya dengan tangan dinginnya hingga mampu mengantarkan anaknya ke puncak tertinggi prestasi dan sukses, juga merupakan "Kartini".
Bahkan merupakan prestasi yang membanggakan, karena ia bekerja tanpa pamrih, melainkan penuh keikhasan. Semua demi kebaikan anaknya, demi masa depan yang turun temurun.Â
Jika ada sepuluh wanita Kartini yang begini, maka berapa anak yang bisa sukses karena didikannya. Bagaimana jika seratus, seribu, bahkan jutaan, dari sebagian wanita Kartini Indonesia? Bisa dibayangkan.
Jadi, Kartini era sekarang, mengemban semangat RA Kartini, mendobrak budaya yang awalnya mengesampingkan wanita hanya sekedar sebagai perhiasan, menjadi seorang wanita/perempuan/ibu yang lebih berdaya, tangguh, yang mampu menjadi teman, pendamping yang cerdas, menginspirasi dan memberi kenyamanan. Baik itu untuk orang terdekat, keluarga ataupun orang lain, sesuai dengan kapasitasnya.
Karier, prestasi, adalah sebuah bonus.
"Selamat Hari Kartini bagi Seluruh Wanita di Indonesia"
Tulis. Dan posting. Lanjut deh.
Oya, baju tenun Lombok dan kain sarung tenun Makassar, juga saya padukan dengan kalung batu. Kalung itu saya beli dari Pasar Kebun Sayur Balikpapan, pusat souvenir. Warnanya senada. Sebenarnya sih bagus jika warnanya kontras. Lebih kelihatan. Ora popo wis, yang penting kalung itu cakep dipakai.
"Aku mau ganti baju warna merah maroon ya, pak. Tunggu bentar. Nanti aku padu padankan dengan kain sarung yang warna hijau. Aku bawa buku dari Mbak Gana. Ini aku peroleh dari menang eventnya dia, loh. Lupa tahun berapa."
![Saya berfoto dengan membawa Buku hadiah dari Mbak Gana, saat itu menang sebuah event. Thanks ya mbak. Kenangan indah buatku adalah buku. | Foto: dokpri.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/04/22/20200421-212959-5e9f96c4d541df6521465bc2.png?t=o&v=770)
Dan jadilah foto itu.Â
![Buku yang saya pegang adalah buku pertama saya menulis bersama teman komunitas fiksi RTC. Kenangan yang terindah. Tak bisa dilupain. | Foto: dokpri.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/04/22/20200422-075052-5e9f984f097f366db442ee16.png?t=o&v=770)
Meskipun saya tidak begitu suka belanja, tetapi ketika berkunjung ke tempat lain saya sempatkan membeli sesuatu untuk souvenir kenang-kenangan. Secukupnya saja.Â
Habis berfoto, saya melanjutkan aktivitas kembali. Menyapu halaman dan memasak. Juga hal lainnya. Tetap ya, sebagai seorang ibu, memiliki aktivitas mengurus rumah. Sibuknya banyak, meskipun di rumah saja.Â
![Tukang nyapu latar sesekali dandan. Biasane mung dasteran yen ning omah. Yuk, lanjut meneh nyapu latare. | Foto: dokpri.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/04/22/20200421-230256-5e9f9ac3d541df506a135bb2.png?t=o&v=770)
Salam,
Semarang, 22 April 2020.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI