Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Daripada Gondrong Jadi Membeli Alat Cukur Sendiri

15 April 2020   18:39 Diperbarui: 16 April 2020   18:10 910
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, pekerjaan apapun yang masih kelihatan dan tampak, adalah hal yang bisa dikerjakan. Itu rumusnya. Jangan takut salah, bu. Semua bisa dilakukan dengan belajar. Learning by doing. Cieee... 

Mereka bergantian saling mencukur. (Foto: Wahyu Sapta).
Mereka bergantian saling mencukur. (Foto: Wahyu Sapta).
Baiklah. Seru-seruan. Bapak mencukur anaknya dan gantian anak mencukur bapaknya. Siapa takut? Saya suporternya. Penyemangat sekaligus tim penilai. Dan juga tim pentertawa, ketika mereka bingung harus berbuat apa. 

"Bapak digundul aja ya?" kata anak lelaki sambil mengusap keringat. Wajahnya serius. Saya tertawa berderai. 

Gimana nggak lucu coba? Itu adalah sebuah simbol rasa putus asa ketika nyaris nggak tahu harus bagaimana caranya mencukur. Karena dengan memotong gundul adalah cara termudah mencukur rambut. 

"Ayo dong, pasti bisa." 

Ia dengan tangan kidalnya mencoba lagi. Tentu saja, sekarang ia melakukannya sambil tertawa bahagia dan hati riang, karena menemukan hal baru. Dan akhirnya berhasil juga! Meski dengan berkeringat, karena baru pertama kali mencoba. 

Ya, ya. Memang hasilnya tidak serapi ketika mencukur ke ahlinya alias ke tukang cukur. Tapi kan lumayan. Untuk pengalaman pertama dan berhasil. 

Ketika Bapaknya saya tanya, "Gimana rasanya?" 

Jawabnya, "Cukup menegangkan," 

Saya pun tertawa berderai kembali. Kelucuan ini, membuat kami bahagia. Ternyata bahagia itu sederhana, ya. Tidak perlu macam-macam. Kita bisa membuat kebahagiaan sendiri dengan keluarga tercinta, tak harus ribet. Dan juga, konon bahagia bisa meningkatkan imun tubuh. Saat ini, baru dibutuhkan, loh. 

Baiklah, kondisi ini memang hanya sementara. Kalau sudah melewati masa pandemi berlalu, maka bolehlah ke tukang cukur lagi. Karena tetap saja, kita adalah makhluk sosial. Ada rumus simbiosis mutualisme. Saling membutuhkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun