Hari itu Alia berulang tahun ke tujuh belas. Sebenarnya ia tak ingin merayakannya. Tapi Mama bersikeras untuk merayakannya.Â
"Umur tujuh belas tak akan terulang kedua kalinya, dan merupakan perbatasan usia menuju dewasa, Alia." katanya.Â
Alia tumbuh menjadi gadis cantik, tapi pemurung. Mama menginginkan Alia bisa bergaul dengan teman sebayanya. Ceria.Â
Tapi apa? Sesungguhnya Alia jatuh cinta, kepada seseorang yang terpaut usia 14 tahun. Mama tak berkenan.Â
Berulang kali semakin di tentang, semakin ia tak bisa melupakan.Â
Hingga kepergian seseorang itu, merubah segalanya. Alia sakit dan kehilangan selera makan. Ia telah patah hati.Â
***Â
Satu tahun kemudian...Â
Alia tahu, ada yang aneh dalam dirinya. Ia seperti menapaki sebuah bukit dan harus mencapainya. Seseorang telah menunggu. Harus ditemui dan tak boleh tidak.Â
Mengapa?Â
Seseorang itu penting dalam hidupnya. Amat dikenalnya. Ia dan orang itu, terpaut usia empat belas tahun.Â
Seseorang yang beralasan, mengapa ia tak segera menikah, karena sedang menunggu calon pengantinnya beranjak dewasa.Â
Membawa segenggam rindu yang tertunda, juga cinta sejati, yang terpendam bertahun lamanya. Alia, cinta sejatinya, akan mendampinginya.Â
Cinta sejati selalu menepati janji, tak pernah salah dalam menempati hati, bermukim pada seharusnya, menghuni selama yang ditetapkannya, aku cinta sejatimu, Alia. (Rindra)Â
Dua nisan terpaut tiga meter tertulis: Rindra dan Alia.Â
Semarang, 15 Maret 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H