Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jamu Mbak Yem yang Biasa Lewat Depan Rumah Semakin Laris

15 Maret 2020   16:46 Diperbarui: 15 Maret 2020   17:45 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mbak Yem, menjajakan jamu sejak tahun 1991. Awalnya digendong kemudian tahun 1996 dengan mengendarai sepeda motor. (Foto: Wahyu Sapta).

Jika kita membayangkan seorang bakul jamu, pasti dagangannya digendong dengan selendang, dan memakai kain  kebaya. Lalu menjajakan jamu dagangannya dengan berteriak: "Jamuuu..." 

Berbeda dengan Mbak Yem, yang menjual jamunya dengan menaiki sepeda motor. Sehingga ia bisa menjangkau area yang lebih luas dan sudah memiliki banyak pelanggan. Cara menawarkannya juga unik. Dengan membunyikan klakson motornya yang memang sengaja dibuat keras. 

Tiap pagi sekitar pukul 08.00, Mbak Yem lewat depan rumah. Suara klakson motor jamu Mbak Yem mudah dikenali. Ia biasa membunyikannya di depan rumah pelanggan. Begitu pula saat melewati rumah saya. Kadang saya membeli, kadang juga membiarkan ia berlalu begitu saja. 

Ia telah lama berkecimpung di bidang jamu ini. Jamunya enak, kental, dan memakai gula aren asli, tanpa bahan pengawet. Ia meracik dan membuat jamunya sendiri. Bisa dibuktikan dengan tangannya yang selalu kuning karena terkena kunyit. Kemudian dijajakan olehnya sendiri, suami dan kakak perempuannya di tempat yang berbeda. 

Karena jamunya enak dan asli, banyak yang menyukainya. Eit, selain jamu, ia juga membawa dagangan jajanan pasar, krupuk, dan pisang, loh. Bahkan kadang dagangan jajanan itu lebih banyak dari jamunya. 

Saya sering nyeletuk, "Mbak, ini jualan jamu atau jajan, sih?" Ia pun kemudian terkekeh dan menjawab, "Dua-duanya." 

Selain menjual jamu, ia juga menjajakan jajanan pasar dan pisang-pisangan. (Foto: Wahyu Sapta).
Selain menjual jamu, ia juga menjajakan jajanan pasar dan pisang-pisangan. (Foto: Wahyu Sapta).
Sekitar tahun 1991 ia sudah berjualan jamu. Dulu masih digendong, dengan mengitari kompleks di sekitar perumahan saya. Ia bercerita, berdagang jamu dengan menggendong dilakukannya hingga tahun 1996. Ia merasa capek, kemudian ia mencoba berdagang dengan naik sepeda motor. 

Pada waktu itu saya belum tinggal di sana. Pantas saja, saya tahunya ketika ia berdagang jamu dengan naik sepeda motor. Dulu saya sempat terheran dan membatin, "Wah, zaman modern, bakul jamu aja naik motor." Tetapi karena sudah terbiasa, maka rasa heran itu menghilang. 

Saya berlangganan jamu sejak lama, ketika anak saya masih kecil dan baru pindah ke tempat tinggal saya sekarang di Semarang. Terkadang saya hanya membeli jajannya. Memang tidak tiap hari, sih. Hanya pada saat membutuhkan saja. 

Mbak Yem ini pintar bercerita. Jadi kalau ada pembeli, ia mengajak cerita. Apapun topik pembicaraan, ia selalu bisa menanggapi. Seperti isu wabah Corona yang baru merebak ini. 

"Mbak, jamunya tambah laris ya?" tanya saya. 

"Iya, Alhamdulillah. Akhir-akhir setelah berita Corona itu, bisa habis dalam waktu yang singkat. Jika biasanya siang hari baru habis, maka jam 10 bisa saja sudah habis. Bahkan suami saya yang berjualan di Sampangan bisa menghabiskan 17 jerigen isi 5 liter." 

Ia sendiri biasa membawa 7 jerigen. Alhamdulillah. "Banyak yang cari jamu akhir-akhir ini. Sampai motor saya merasa berat. Saya sudah tiga kali ganti motor, loh. Dari sejak awal berjualan pakai motor hingga sekarang," katanya. 

"Tapi bukan jamunya saja yang bikin berat. Pisang-pisangan yang dibawa itu pula yang bikin berat," balas saya. Ia terkekeh. 

Ia kemudian bercerita bahwa di kampungnya rata-rata adalah pembuat jamu. Ia memang tinggal di Kampung Jamu Wonolopo Mijen Semarang. Dan suaminya Pak Kholidi merupakan Ketua Paguyuban Jamu Gendong di sana. 

Jamu yang dijajakan antara lain kunir asem, beras kencur, temulawak, brotowali, jamu daun pepaya, dan cabe puyang. Yang saya sukai hanya beras kencur dan kunir asem yang tidak pahit. Mbak Yem sudah hafal. 

Ada jamu kunir asem, beras kencur, brotowali, temulawak, cabe puyang, yang beberapa ditempatkan dalam botol kaca. (Foto: Wahyu Sapta).
Ada jamu kunir asem, beras kencur, brotowali, temulawak, cabe puyang, yang beberapa ditempatkan dalam botol kaca. (Foto: Wahyu Sapta).
Menurut ceritanya, kadang di kampungnya untuk tempat penelitian mahasiswa. Ia dengan senang hati menerima mereka. Wah, keren Mbak Yem ini. Dan jangan salah ya, dengan berjualan jamu, ia dan suaminya bisa menunaikan ibadah haji dan umrah. Salut buat Mbak Yem. 

Jamu tersebut ditaruh dalam botol kaca. Beberapa juga dibawa dengan wadah jerigen. Kemudian ia menuangkannya dalam gelas yang ia bawa dari rumah jika ada pembeli. 

Selain membawa jamu dengan botol kaca, ia juga membawa jamu di jerigen isi 5 liter. (Foto: Wahyu Sapta).
Selain membawa jamu dengan botol kaca, ia juga membawa jamu di jerigen isi 5 liter. (Foto: Wahyu Sapta).
Atau dalam botol air mineral kemasan baru, jika pembeli menginginkan membeli dan ditutup. Bisa disimpan dalam kulkas, lebih segar saat diminum. Juga lebih awet, katanya. 

Jamu yang diraciknya tidak memakai bahan kimia, hanya tahan satu hari dalam suhu normal. Maka itu akan cepat basi jika tidak diletakkan dalam lemari pendingin. Kecuali jika akan dihabiskan seketika. 

Saya biasa membeli jamu darinya memakai botol mineral, satu botolnya seharga sepuluh ribu rupiah. Jika diminum memakai gelas seharga lima ribu rupiah. 

Jamu Kunir Asem dan Beras Kencur ini favorit saya. Jika disimpan dalam lemari es dan di minum saat dingin lebih nikmat. (Foto: Wahyu Sapta).
Jamu Kunir Asem dan Beras Kencur ini favorit saya. Jika disimpan dalam lemari es dan di minum saat dingin lebih nikmat. (Foto: Wahyu Sapta).
Nah, saat ini jamu gendong miliknya banyak yang cari, karena konon bisa menjadi salah satu penangkal virus corona yang baru merebak. Semakin laris dan banyak pembelinya. 

Oh ya, betewe, semoga virus corona tidak meluas, ya. Karena memang berbahaya, juga membuat panik masyarakat dan mengganggu stabilitas semuanya. Update terakhir di Jateng, anak sekolah diliburkan mulai tanggal 16 sampai 29 Maret 2020. 

Semarang, 15 Maret 2020. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun