Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Devan dan Irama Rinai Malam Itu

8 Maret 2020   15:25 Diperbarui: 8 Maret 2020   15:24 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Pixabay.com

"Hanya beberapa hari. Tak akan lama," ujarnya. 

*** 

Hari-hari Devan penuh dengan hal baru. Seperti ketika menemui orang yang baru dikenalnya. Di tempat ia menyepi, jauh dari orang-orang yang dikenalnya terdahulu.

Juga mengunjungi toko buku. Membaca, atau duduk merenung di sudut toko. Devan melihat penjaga toko dengan berbagai karakter. Juga melihat pengunjung yang rata-rata memiliki wajah serius karena hobi membaca dan koleksi buku. 

Lalu pergi ke taman, adalah suatu hal favoritnya. Bisa betah beberapa jam jika berada di sana. Mengamati orang yang berlalu lalang. Mempelajari gerak-gerik mereka. Menurutnya, itu memberi ritme dan menimbulkan irama yang bisa menjadi ide. 

Ah. Tapi mengapa masih saja belum bisa memberikan sedikit pun tentang sesuatu untuknya? 

Mengamati sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta, menjadikan Devan merasa geli sendiri. Dunia seakan milik mereka berdua, sedang yang lainnya hanya sebagai figuran yang tak tampak di mata. Sehingga mereka merasa asyik bersenda dan duduk berdekatan. Tanpa melihat sekitar. Membuat iri hati Devan. 

"Semerah hatiku," gumamnya. Ia lalu teringat pada seseorang yang ditinggali pesan kemarin. "Aku rindu padamu." Begitu kata hatinya. 

Ia cepat-cepat meninggalkan taman, sebelum hatinya yang merah menjadi biru karena rindu. Kali ini, apa yang diinginkan tak bisa ia dapatkan. Sungguh, bahkan telah membuat hatinya seperti membentur tembok. Sakit. 

*** 

Waktu berjalan cepat. Begitu berharganya, hingga Devan merasa terkejar oleh sesuatu yang membuatnya terbelenggu. Tetapi sebenarnya, ia belum menemukan apa-apa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun