Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Siksa Cinta

27 November 2019   23:10 Diperbarui: 27 November 2019   23:29 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rentang belasan usia antara aku dan kamu tak lantas menjadikan cinta ini pudar. Bahkan jika dipikir, cinta ini semakin menggebu. Nyatanya aku semakin cinta. 

"Apa yang menyebabkan kau mau denganku?" 

Pertanyaan ini klise. Tak butuh jawaban. Tapi kau menjawabnya dengan manja. 

"Aku tak memandang karena itu. Aku kagum pada mas sejak awal. Mas tahu itu, kan? Mengapa masih menanyakannya? Ragu?" katamu sambil menyentuh tanganku.

Aku menggelengkan kepala. 

"Hanya saja aku masih sering tak percaya, bahwa dihadapanku ini ada seorang bidadari yang benar-benar mengertiku. Kau baik padaku."

"Sudahlah. Biasa saja, mas. Lebih baik kita habiskan makanan ini lalu pulang." katamu.

***

Pertemuan denganmu secara tak sengaja. Acara pameran lukis yang berlangsung pada waktu itu, pembawa awal sebuah kisah. Entah mengapa. Daya tarik lukisan yang tergores dari tanganmu yang waktu itu belum kuketahui bahwa itu lukisanmu, memaksaku menengok lebih dalam. 

Kupikir pemilik lukisan ini adalah sosok seorang lebih dewasa dari yang kuperkirakan. Ternyata tidak seperti yang kuduga. Jiwa muda ada di balik lukisan ini. 

Senyum mengembang darimu, lalu menyapa, "Anda menyukai lukisan ini? Senang sekali ada yang menyukai lukisan saya." Lalu kamu membelalakkan mata ketika lebih fokus melihatku. "Hei, saya mengenal Anda. Banyu Langit? Pelukis terkenal itu?" lanjutmu seperti tak percaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun