Kuambil obat dari dalam dan memberikan padanya.
"Obati lukamu. Sebentar lagi pasti sembuh." Ia mengangguk.
Aku memaklumi. Dengan penampilan masai. Rambut hampir tak pernah keramas dan tersisir. Panjang sebahu. Baju kusut dan nyaris tak ganti. Itupun kalau tak dipaksa oleh tetangganya buat salin. Beruntung ia masih memiliki tetangga yang peduli. Dan entah kapan ia terakhir mandi, hingga menambah kumal wajahnya. Aromanya aduhai. Tentu orang-orang yang di dekatnya juga memaklumi. Dan akan segera menjauh.
Ia kemudian duduk di bangku taman yang terbuat dari semen. Sedang aku bergeser beberapa meter darinya.
Ia menghisap rokok yang dipegang di sela jari. Kemudian dihembuskan perlahan hingga mengeluarkan asap putih. Aku tak suka bau asap rokok. Juga aroma aduhainya. Kemudian kuusahakan tak kentara menutup hidung pelan. Takut ia tersinggung. Berabe jadinya.
"Kamu tahu Ter, aku dulu tentara. Malang melintang ke berbagai daerah. Terakhir yang aku ingat tugas di Bali. Tapi sejak itu, entah mengapa aku disuruh berhenti dan dipulangkan ke keluarga. Padahal kau tahu kan Ter, aku hanya tinggal dengan ibu yang telah tua. Ibu merawatku. Katanya aku sakit. Tak berapa lama setelah peristiwa itu, ia meninggal. Tinggallah aku seorang diri. Aku tak punya siapa-siapa lagi."
Cerita itu menggema kembali. Tiap bertemu, ia menceritakan cerita yang sama. Ya, aku juga pernah mendengar, ia dipulangkan karena menderita depresi berat. Sepintas ia terlihat normal saat berbicara. Lama-lama melantur tak tentu arah.
Aku berteman dengannya sejak SMA. Ia memang bukan anak yang paling pandai. Tengah-tengah saja. Penderitaannya dimulai dari kecil. Sering terlambat sekolah sudah biasa, karena harus merawat kudanya terlebih dahulu. Kuda itu untuk disewakan sebagai kuda andong tetangganya. Sangat menyita waktu, hingga sering terlambat ke sekolah.
Dengan sepeda ontel menuju sekolah lima kilometer jaraknya. Semangatnya tak pernah surut, hingga lulus. Lalu berpisah denganku. Aku tak tahu lagi apa yang terjadi padanya.
Hingga terakhir bertemu setahun lalu, dengan kondisi yang sama seperti saat ini. Ia masih ingat mampir ke rumah.
Kadangkala ia menyebut teman lain. Katanya ia sering mendapat bisikan-bisikan dari teman yang entah dari mana. Aku mengira, itu pasti halusinasinya.