"Jangan sampai cacing di perutmu bernyanyi. Kasihanlah pada mereka."
Kau terbahak dan menghampiriku sejenak. Kecupan ringan mampir di dahi. "I love you, honey. Harusnya kau yang tak boleh telat makan."
Selanjutnya aku meninggalkanmu bersama Nakitamu.
cemburu hanya sebuah cerita. mengulik aura hati, karena rasa sayang menggebu-gebu. tergoda hanya karena serpihan hati yang merasa terabaikan. aku cemburu padamu. bukti bahwa sebagian aku ada di jiwamu.Â
Lagi-lagi keingin tahuanku tentang Nakita menjadi-jadi. Apa sebenarnya yang terjadi. Wanita dalam ceritamu yang telah terbit kemudian itu mampu meraih simpati pembaca tak sedikit. Kau bercerita, betapa ia telah mengisi ruang hati. Penuh makna dan seperti memiliki ruh dalam cerita. Jiwamu ada di sana. Menghayati semua peran yang ada dalam cerita.
"Siapa Nakita?"
"Hanya tokoh dalam cerita. Kau mengerti itu kan, sayang?"
Hatiku memang selalu luluh lantak oleh sikapmu yang lembut. Tetapi ketika cemburu membelenggu, siapa yang tak marah?
Aku cemberut sambil mengelus perut buncit dan kau tertawa tergelak penuh kemenangan.
***
Semarang, 19/9/2019.