Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Melintas Kenangan

21 Agustus 2019   12:10 Diperbarui: 21 Agustus 2019   12:25 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melintas Kenangan. Ilustrasi: dok. Wahyu Sapta.

Hari ini bayangan Ray datang lagi dalam mimpiku. Ia tersenyum lembut. Tetapi, mengapa ia seperti membenciku? Apakah karena Juna? Apakah ia tak rela jika aku menjadi kekasihnya? Bukankah kehidupan harus berjalan? Dan kenangan yang tak bisa kuraih, apakah aku harus mempertahankannya? Aku bingung. Gamang.

Sore hari ketika pulang kerja aku menemui Juna. Aku katakan padanya bahwa aku tak mampu meneruskan cinta ini dengannya. Dia terlalu baik dan aku tak mampu menyakiti hatinya terlalu dalam, jika cinta ini diteruskan.

Tentu saja Juna marah padaku dan bertanya mengapa. Aku tak mampu menjawabnya dan pergi begitu saja meninggalkannya dalam kebingungan.

Sudah satu minggu, aku tak mau menemui Juna. Ia berkunjung ke tempat kos, juga menelponku. Aku benar-benar menutup akses darinya.

***

Suara debur ombak yang memecah karang terdengar keras di telingaku. Tetapi ini bagai nyanyian yang mampu menghilangkan rasa gundahku. Kesunyian hati tanpa cinta, sungguh telah merubah hatiku menjadi sedikit keras. Aku berharap angin sepoi lautan, bisa melembutkannya.

"O, jadi kamu ke sini ya, kalau lagi menghindar dariku?"

Sebuah suara mengagetkanku.

"Juna? Bagaimana kau tahu aku ada di sini?"

"Sudah, tidak usah bertanya bagaimana aku tahu kamu ada di sini." katanya sambil mendekat ke arahku dan duduk di sampingku. Hamparan pasir putih sebagai tempat duduk dan pohon waru berbentuk melengkung bisa menjadi peneduh dari sengatan matahari.

"Gladys, aku memang tidak sempurna. Tetapi aku mencoba sempurna untukmu. Aku tahu semua tentangmu. Juga tentang Ray." lanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun