Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Reuni untuk Bintang

24 Juli 2019   15:20 Diperbarui: 24 Juli 2019   17:20 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Berapa lama ya kita tak bertemu?"

"Tiga tahun mungkin. Em, entahlah. Memangnya, kamu kemana saja? Setelah lulus kuliah, kamu menghilang?" tanyaku. "Aku kau tinggalkan begitu saja. Bahkan telponmu tak pernah aktif. Kemana saja? Kamu curang!" sambungku dalam hati, agak emosi. Wajahku sedikit pias. "Please, cold down Alya," batinku. "Tetapi, mumpung bertemu dengan Bintang, tak ada salahnya kutumpahkan rasa ingin tahuku selama tiga tahun terakhir ini," lanjutku dalam hati.

***

Tahun ini, diadakan reuni. Setelah beberapa lama berpisah. Masing-masing memiliki kesibukan. Saatnya timbul rasa kangen masa-masa berkumpul dulu. Kejahilan dan suka duka yang pernah ada saat belajar bareng, tiba-tiba mengelibat. Reuni akan mengobati kerinduan itu.

Tiga hari lalu, undangan reuni ada di atas meja. Dari alumni tempatku kuliah dulu. Tentu saja aku menerimanya dengan hati riang sekaligus dag dig dug. Pasti ada Bintang! Batinku. Maka akupun merencanakan datang. Kata Sita sebagai panitia reuni, Bintang mengkonfirmasi bahwa ia akan datang.

***

"Aku sekarang di Medan, Alya. Maaf jika aku tak memberimu kabar. Tapi sebenarnya dalam hatiku ada dirimu. Selalu."

Hum, mulai deh. Bintang mengeluarkan jurus rayuan gombalnya lagi. Aku merasa tak berdaya. Bagai di atas angin dan tak menapak tanah. Ups, memang hantu? Aku tersenyum dalam hati.

"Lalu, mengapa tak memberitahuku? Bukankah ada telepon? Dan kau tahu nomer telponku kan?" protesku.

"Nah, itu dia, aku kecopetan saat perjalanan ke sana. Termasuk ponselku hilang. Padahal semua nomor tersimpan di sana. Aku kehilangan semua kontak, termasuk kamu."

"Oke, aku mengerti. Pantas saja saat aku menelpon, ponselmu tak aktif."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun