Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Turis Juga Suka Menawar Saat Berbelanja

21 April 2019   19:20 Diperbarui: 21 April 2019   19:43 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya berada di tengah-tengah turis dari Jerman di depan TooKoo. (Dok. Wahyu Sapta).

Setelah lama bergaul dengan turis, sedikit banyak saya jadi hapal dengan karakter mereka. Jadi, ceritanya saya sering bertemu turis dari berbagai negara. Amerika, Jerman, Inggris, Perancis, Korea, Jepang, Zibabwe, Venezuela, dan masih banyak lagi. Ciiee... Dalam rangka apa? Emotion senyum.

Turis datang disambut oleh tari-tarian tradisional Indonesia. (Dok. Wahyu Sapta).
Turis datang disambut oleh tari-tarian tradisional Indonesia. (Dok. Wahyu Sapta).
Baruna Point, Terminal Kedatangan Internasional, Pelabuhan Tanjung Emas Semarang

Baruna Point, adalah sebuah bangunan yang berada di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. Bangunan pertama yang bisa dituju oleh turis mancanegara sesaat setelah keluar dari Terminal Kedatangan Internasional, tempat bersandarnya kapal. Turis turun dari kapal, biasanya akan tour ke Borobudur, Kota Lama, dan tempat wisata terdekat di Semarang.

Hall Baruna Point, saya suka kangen, aromanya, suara-suara yang ada di sana. Seperti pasar. Tetapi hanya ada saat kapal pesiar mancanegara datang. (Dok. Wahyu Sapta).
Hall Baruna Point, saya suka kangen, aromanya, suara-suara yang ada di sana. Seperti pasar. Tetapi hanya ada saat kapal pesiar mancanegara datang. (Dok. Wahyu Sapta).
Pagi itu, bersandar Cruise Ship Volendam. Kapal pesiar dari Eropa. Adalah salah satu kapal pesiar dari mancanegara yang datang bersandar di Semarang. Paling tidak selama satu tahun ada sekitar dua puluh hingga tiga puluhan kapal yang akan bersadar membawa turis dari berbagai negara. Begitulah kira-kira saya berada di sana. Ooo... hehehe... itulah sebabnya mengapa saya sering bertemu turis mancanegara dari berbagai negara.

Cruise Ship Volendam dari sudut Baruna Point. Kapal pesiar yang membawa turis. Hampir tiap tahun datang ke Indonesia, bersandar di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. (Dok. Wahyu Sapta).
Cruise Ship Volendam dari sudut Baruna Point. Kapal pesiar yang membawa turis. Hampir tiap tahun datang ke Indonesia, bersandar di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang. (Dok. Wahyu Sapta).
Ada salah satu tempat yang bernama TooKoo. Sebuah toko kecil yang menyediakan batik dan asesoris. Berbagai batik, hiasan dinding, kuningan, dan lain-lain, oleh-oleh khas Indonesia. Kurang lebih sudah tiga tahun toko ini ada. Sebenarnya toko ini bukan milik saya, melainkan milik Pak Wawan sekaligus pemilik Baruna Point, teman saya dan suami.

Ceritanya panjang, hingga saya bisa mendapat tugas menjaga toko. Singkat cerita, saya yang menentukan harga, dan bahan apa saja yang pantas untuk isian toko, sesuai dengan selera turis. Kadang-kadang, untuk mencari bahan batik dan yang lainnya, hingga toko ini berdiri, saya mengambilnya dari Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan. Dan ketika Pak Wawan dan istrinya Bu Nanies ke Bali, mereka membawa bahan yang bisa dipajang di toko. Apapun yang khas Indonesia, bisa menjadi isian toko.

TooKoo yang menyediakan baju batik dan lainnya, seperti topeng serta barang khas Indonesia. (Dok. Wahyu Sapta).
TooKoo yang menyediakan baju batik dan lainnya, seperti topeng serta barang khas Indonesia. (Dok. Wahyu Sapta).
Hanya pada saat kapal pesiar turis mancanegara datang saja, toko ini buka. Sedangkan hari-hari biasa, toko ini tutup. Senang saja menjadi bagian dari Baruna Point. Karena dengan begitu menambah banyak pengalaman. Mengasah kemampuan bahasa Inggris saya yang minim, menghadapi orang yang berbeda kultur, juga merupakan pengalaman yang seru. Saya dibantu Dita, seorang mahasiswa STIPARI, lumayan membantu saya saat kerepotan dalam menterjemahkan bahasa mereka.

Saya ditemani Dita, menemui turis yang ingin berbelanja batik di toko. (Dok. Wahyu Sapta).
Saya ditemani Dita, menemui turis yang ingin berbelanja batik di toko. (Dok. Wahyu Sapta).
Banyak hal yang saya temui ketika melayani turis mendapatkan barang diinginkan.

Pengalaman saya bertambah. Pernah menyambangi pasar batik di Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan tempat lainnya. (Dok. Wahyu Sapta).
Pengalaman saya bertambah. Pernah menyambangi pasar batik di Yogyakarta, Solo, Pekalongan, dan tempat lainnya. (Dok. Wahyu Sapta).
Turis Ternyata Juga Suka Menawar Saat Berbelanja

Apa iya? Bahkan dengan tawar menawar itulah, mereka merasakan telah berbelanja di sini. Jika tidak menawar, berarti belum berbelanja.

Teori menawar setengah harga juga berlaku pada mereka, loh. Tak disangka, teori tersebut ternyata sudah mendunia. Ketika saya menawarkan sebuah baju batik dengan harga 20 dollar, mereka menawar 10 dollar. O, tidak. Padahal saya memberi harga tidak terlalu tinggi dari harga pokok. Saya termasuk orang yang tidak tegaan. Jadi jika memberi harga tinggi, rasanya tidak tega.

Terjadilah tawar menawar. Mereka merasa senang ketika mendapatkan harga yang sesuai dan berhasil menawar.

Bahkan ada juga yang merayu-rayu agar saya memberinya harga rendah. Padahal sebenarnya jika mereka membeli barang dengan harga yang saya berikan, mereka juga tidak keberatan dan mampu. Tapi seni tawar menawar itulah yang mereka cari. Setelah terjadi kesepakatan, mereka tertawa riang. Dan mengatakan, senang berbisnis dengan kamu. Mencapai harga yang disepakati dan saling senang.

Tetapi kalau terlalu rendah, saya tidak akan memberikan, karena tidak sesuai dengan harga dasarnya. Beberapa orang mengatakan, too much. Yang artinya terlalu mahal. Akhirnya mereka tidak jadi membeli. Tapi beberapa orang bahkan tidak menawar dan langsung menerima harga yang saya berikan. Yang begini ini yang saya cari. Hahaha... tetapi memang harga yang saya buat tidak mahal kok. Jadi, maklum saja, jika banyak yang cocok. Uhuks.

Kakak cantik ini langsung memakai batik yang dibelinya. (Dok. Wahyu Sapta).
Kakak cantik ini langsung memakai batik yang dibelinya. (Dok. Wahyu Sapta).
Tidak semua turis membawa uang banyak. Saya juga melihat mereka. Jika sekiranya mereka suka banget, saya juga tidak keberatan jika mereka memiliki barang yang diinginkan, tetapi terbatas dananya. Itulah, saya orangnya tidak tegaan. Sekiranya tidak di bawah harga dasarnya, saya kasihkan. Yang penting jalan saja.

Turis Suka Diajak Ngobrol

Turis-turis ini, suka diajak ngobrol. Misalnya saya menjual sebuah hiasan yang bergambarkan wayang, maka dengan menambahkan cerita tentang tokoh wayang tersebut, mereka tertarik dan akhirnya membeli.

Atau batik, yang ini motif apa, dari mana, mereka menyimak. Mereka senang, saat mendapatkan barang dengan sebuah riwayat yang bisa diceritakan.

Bahkan karena senang, mereka tidak keberatan memberikan masukan-masukan untuk kebaikan TooKoo. Mereka memuji, bahwa barang yang ada di toko bagus. Saya sih senang dipuji oleh mereka. Meskipun saya tahu, beberapa dari mereka bersikap sopan dengan pujian itu. Tetapi kebanyakan tulus, sih.

Mereka berdua adalah pasangan romantis turis dari Jerman. Dengan senang hati memberikan masukan untuk TooKoo. Thanks a lot. (Dok. Wahyu Sapta).
Mereka berdua adalah pasangan romantis turis dari Jerman. Dengan senang hati memberikan masukan untuk TooKoo. Thanks a lot. (Dok. Wahyu Sapta).
Ketika saya menanyakan ke mereka, "What do you think about Indonesia?" mereka menjawab, Indonesia adalah sebuah negara yang indah. Orangnya ramah, selalu tersenyum. Meskipun Indonesia lebih panas dari negaranya, tetapi mereka senang berada di Indonesia. Nah, kan. Indonesia itu indah. Orangnya ramah sesuai karakter asli masyarakat di sini. Jadi, jika saat sekarang mereka yang baru panas hatinya, suka marah, sebenarnya dalam hati mereka ada keramahan dan tidak suka marah. Sesuai karakter asli.

Pernah ada yang menanyakan, "Mom, I want to ask you." Tanya apa pak? Ternyata ia penasaran sekali, kenapa ya, perempuan di Indonesia kebanyakan memakai kerudung? Apakah semua perempuan Indonesia itu berkerudung? Mungkin karena melihat saya yang berkerudung saat itu. Lalu saya menjawab, bahwa tidak semua memakai kerudung. Jika mereka yang berkerudung, berarti ia seorang muslim. Kami saling menghormati kok, pak. "Oh, I see." jawabnya puas. Saya sebisa mungkin bersikap hati-hati, karena merasa mewakili masyarakat di sini. Karena jika informasi yang saya berikan keliru, bisa jadi memberikan persepsi yang salah kepada mereka. Ya kan?

Turis Kadang Suka Bercanda

Turis juga suka diajak bercanda. Tidak serius banget. Namanya juga tour, berlibur, berwisata, jadi saatnya santai. Ada beberapa mereka mengikuti kondisi yang ada di negara ini. Misalnya saat dulu plastik dihargai 200 rupiah, mereka sambil bercanda, apakah tas plastik yang kami berikan dihargai? Padahal tas yang untuk belanjaan yang saya berikan terbuat dari kertas yang ramah lingkungan. Wah, mereka update, ya.

Atau juga saat saya minta foto bareng, mereka setengah geli. Ya, ya. Kebanyakan orang sini memang suka meminta foto bareng turis. Tetapi mereka tidak keberatan. Bahkan, mereka memotret juga di handphonenya untuk kenang-kenangan. Nah, kan. Jika menemui foto saya di luar negeri, berarti mereka pernah ke Indonesia dan bettemu dengan saya. Hahaha... saya becanda. Jangan diambil hati, ya.

Mereka suka bercanda. Ketika saya meminta mereka untuk berfoto, langsung bersedia. Dan saya jadi kelihatan kecil diantara mereka. Alias kepenyet. Hahaha... (Dok. Wahyu Sapta).
Mereka suka bercanda. Ketika saya meminta mereka untuk berfoto, langsung bersedia. Dan saya jadi kelihatan kecil diantara mereka. Alias kepenyet. Hahaha... (Dok. Wahyu Sapta).
Tetapi sih senang sekali. Saat bertemu dengan turis yang sudah sepuh banget. Tetapi masih semangat untuk pergi berwisata keliling dunia. Menurut mereka, hampir empat bulan mereka di kapal. Menikmati perjalanan. Yah, akhirnya saya jadi teringat my mom and my dad. Saat saya mengungkapkan ke mereka, mereka langsung memeluk saya. Mereka baik. Oh, saya jadi terharu.

Ibu yang sudah sepuh ini memeluk saya, ketika saya bilang padanya mirip my mom dan saya sedang kangen padanya. (Dok. Wahyu Sapta).
Ibu yang sudah sepuh ini memeluk saya, ketika saya bilang padanya mirip my mom dan saya sedang kangen padanya. (Dok. Wahyu Sapta).
Nah, kalau yang ini, keisengan saya, saat menunggu turis datang dan masuk ke toko. Hahaha... (Dok. Wahyu Sapta).
Nah, kalau yang ini, keisengan saya, saat menunggu turis datang dan masuk ke toko. Hahaha... (Dok. Wahyu Sapta).
Lalu. Begitulah. Jika Cruise Ship yang membawa mereka lama tidak datang, saya suka kangen.

Saat sore menjelang, turis kembali ke kapal dan akan berlayar kembali mengelilingi dunia. I'm gonna miss you... (Dok. Wahyu Sapta).
Saat sore menjelang, turis kembali ke kapal dan akan berlayar kembali mengelilingi dunia. I'm gonna miss you... (Dok. Wahyu Sapta).
Semarang, 21 April 2019.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun