Lalu kita bergerak cepat meraih hati dan mengikrar janji. Melingkarkan sematan cincin di jari manis sebelah kanan. Tanda bahwa kita menikah.
***
Bintang-bintang telah kembali. Kini bulan mengekor untuk menampakkan indahnya cahaya. Kamu merengkuhku, mendaratkan ciuman di kening. Hening. Akupun sukacita. Bahagia.
Kamu berkata, "Cintailah aku, walaupun mungkin tak selalu mulus jalannya."
Aku hanya tertunduk malu bagai remaja yang jatuh cinta. Kembali untuk kesekian kali.
Perjalanan hidup memang tak bisa ditebak arahnya. Tetapi kita bisa saja membuat kebahagiaan hidup, jika kita mau. Tak usah memandang jauh, di dekat kita bisa membuat kebahagiaan yang sesungguhnya. Kamu.
Kualihkan perhatianku pada bintang-bintang. Semakin menyala berkelip di sana. Hatiku berkata, "Tetapi memang, berada di dekatmu adalah suatu kenyamanan abadi." Aku bahagia berada di dekatmu.
Menyenangkan meski kadang tak selalu senang. Ada aliran kesedihan yang tiba-tiba datang, meski tak selamanya sedih selalu datang. Bahagia, sedih, datang bergantian adalah hal biasa. Jika kita bisa melewatinya. Lalu berganti suka yang sebagaimana adanya. Bukan yang dibuat-buat.
"Sayang, aku ingin mencintai, memiliki, dan membahagiakanmu tak hanya semalam. Bermalam-malam penuh cerita. Kau akan selalu di hatiku, meski lelah jiwa dan raga. Tak akan terasa jika di dekatmu, " katamu di suatu hari.
Lalu kita dalam kesenyapan. Merenungkan hati.
***
Bintang-bintang telah kembali. Awan putih nampak gelap berbalik bercahaya tertempa sinar bulan malam ini. Aku terlelap dalam bahumu. Serta-merta mendengar bisikmu yang syahdu, "Sayang tidurlah selalu di sisiku, aku mencintaimu. "
Selanjutnya keheningan memecahkan bahagia. Membelah bahagia beranak-pinak. Bahagia mengalir ke segala penjuru. Ke ruangan kamar, rumah, tumpah ruah ke alam semesta. Bahagia membahana ke bintang-bintang di langit.