"Saat pohon terakhir ditebang, saat sungai terakhir dicemari, saat ikan terakhir ditangkap, barulah manusia sadar, kalau uang tidak bisa dimakan" (www.lindungihutan.com).
Sungguh sebuah ironi, ketika alam yang selama ini memberikan makan bagi umat manusia, akan berkurang. Bahkan habis tak bersisa. Lalu kemana lagi manusia akan melangsungkan kehidupan, jika tak ada lagi sumber daya alam yang bisa digali?
Hanya karena keserakahan segelintir manusia. Hutan-hutan tak ada lagi. Sungai dan laut tercemar. Ikan mati. Sawah telah menjadi lahan pabrik. Petani tak lagi bisa menyediakan padi. Mereka telah menjadi buruh pabrik di lahannya sendiri. Tak memiliki tanah, karena mereka telah menjualnya dan sebagai gantinya menjadi lahan pabrik.
Maka harus ada kesadaran kita untuk menjaga lingkungan, tidak mengeruk sumber daya alam dengan serakah dan ingat untuk memberikan warisan bagi anak cucu. Agar kelak mereka juga bisa menikmati sumber daya alam dan manfaat yang dihasilkan oleh alam.
![Beberapa anak-anak ikut sebagai relawan menanam mangrove. (dok. panitia).](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/20/fb-img-1545240184015-5c1a85b66ddcae54127d67d6.jpg?t=o&v=770)
Beberapa orang dewasa, para pemuda dan anak-anak berbaur, bahu membahu, menghijaukan pantai yang ada di lokasi. Tujuannya membuat kawasan hijau di tepi pantai, agar tak tergerus oleh abrasi, melindungi dari gelombang tinggi yang sewaktu-waktu bisa mengancam, juga memberi manfaat bagi masyarakat sekitar dengan tambahan penghasilan.
Beberapa relawan Komunitas Lindungi Hutan yang kebetulan pada saat itu berulang tahun yang kedua, bekerja sama dengan Pemerintah Propensi Jawa Tengah dan Kota Semarang, juga Djarum Foundation sebagai penyedia bibit mangrove.
Dengan gerakan Hastag Siap Darling (Siap Sadar Lingkungan), komunitas Lindungi Hutan mengajak para relawan untuk lebih peduli terhadap lingkungan dengan langkah nyata dan donasi.
Ketika dunia bergerak semakin cepat, pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi yang tak lagi mampu dibendung. Dalam perjalanannya yang panjang, semangat eksploitasi alam dilakukan secara berlebihan. Alam dikeruk untuk kepuasan manusia. Didukung dengan budaya kapitalis dan konsumerisme yang semakin berkembang dan membuncah, membuat sebagian manusia lupa akan keseimbangan alam. Juga keberadaan masa depan anak cucu mereka kelak.
Pada akhirnya eksplotasi alam yang berlebihan akan menimbulkan banyak masalah, yang akan dikembalikan kepada umat manusia itu sendiri. Masalah sampah, polusi, keberlangsungan alam yang tak lagi kondusif, perubahan musim dan cuaca, banyak bencana akibat alam yang berubah, menipisnya sumber daya alam, akan memberi dampak yang buruk pada kehidupan sekarang dan masa depan manusia di kemudian hari.
Di kawasan pantai di kota Semarang, yang merupakan sabuk-sabuk pantai, beberapa lokasi hampir 70 persen dikuasai oleh perorangan atau pihak swasta. Selebihnya milik penduduk setempat. Padahal seperti kita ketahui bahwa kawasan pantai haruslah merupakan ruang publik. Bukan merupakan kawasan privat yang tidak boleh dijamah oleh orang lain.
Bila saja mereka memanfaatkan lahan mereka dengan bijaksana, tidak merusak dan merugikan lingkungan, menjaga tata ruang hijau kawasaan pantai, maka hal itu tidak akan menjadi masalah. Bahkan harus didukung.
Yang ditakutkan adalah, mereka (pemilik lahan) memperlakukan pantai tidak sesuai tata ruang yang seharusnya. Sehingga akan merugikan lingkungan sekitar. Dampaknya, keseimbangan alam sekitar menjadi terganggu. Pantai menjadi tidak terlindungi. Sehingga jika sewaktu-waktu terjadi bencana seperti misalnya tsunami atau gelombang tinggi, akan membahayakan penduduk sekitar pantai.
Kawasan pantai mengalami abrasi, penyusutan lahan dan hilangnya daratan akibat tingginya air laut yang semakin maju ke daratan.
Untuk itulah, dengan menanam pohon mangrove di sabuk-sabuk pantai, diharapkan akan mengurangi bencana yang dihasilkan dari gelombang tinggi.
Mangrove bisa menahan gelombang untuk masuk jauh ke daratan, hingga kembali ke lautan. Mengurangi abrasi atau pengikisan tanah yang menyimpan unsur hara dan zat-zat yang dibutuhkan oleh daratan di dekat pantai.
Ekosistem area pantai juga tidak terganggu. Ketika kawasan pantai telah tumbuh menjadi hutan mangrove, akan membuat binatang seperti burung kuntul dan ular semakin berkembang biak, untuk menjaga keseimbangan rantai makanan di kawasan pantai. Mangrove juga akan memberikan sebuah kawasan hijau yang melindungi pantai jika telah menjadi sebuah hutan mangrove.
Petani tambak yang ada di sekitar pantai juga akan memetik manfaatnya, karena hasil udang dan ikan akan lebih produktif dan bagus hasilnya dengan tumbuhnya hutan mangrove.
Tentu saja dengan menanam 11.000 pohon mangrove tersebut, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Dengan jumlah sebanyak itu, belum tentu mangrove akan hidup semua dan tumbuh bagus. Hanya beberapa yang tumbuh dengan baik.
Tantangannya adalah kita sebagai relawan dan bekerjasama dengan pemerintah bisa melakukan pemantauan setelah penanaman. Melakukan penyulaman tanaman yang mati, menggantikannya dengan tanaman yang baru. Merawatnya dengan baik, agar pertumbuhan mangrove bisa maksimal dan bisa menjadi kawasan hijau di tepi pantai. Ini adalah suatu tantangan yang berat. Dibutuhkan jiwa ikhlas untuk bisa ke sana. Karena ini adalah pekerjaan sukarela.
Dengan cara konsisten dan terus menerus, tidak berhenti hanya dengan satu kali tanam, maka hutan mangrove yang menjadi kawasan hijau akan tetap bertahan.
Dengan demikian akan menjaga lingkungan pantai agar terlindungi dari abrasi dan gelombang tinggi yang bisa saja mengancam sewaktu-waktu.
Salut untuk komunitas Lindungi Hutan dengan semangatnya yang pantang menyerah menjaga lingkungan agar tetap hijau, bukan saja kawasan pantai, tapi juga pegunungan. Juga pihak ketiga yang telah menyediakan bibit tanaman untuk ditanam di kawasan pantai.
Dan memang, apa yang akan diwariskan untuk anak cucu kita kelak? Jika bukan warisan alam yang hijau dan sumber daya alam? Semoga mereka masih bisa merasakan alam yang hijau, bukan hanya bisa menikmati sebuah cerita dalam dongeng yang ditulis dalam media-media di internet.
Tetapi alam nyata hijau dan lingkungan hutan yang memberikan manfaat bagi mereka. Kelak, mereka juga akan mewariskan kembali kepada anak cucu mereka.
Jangan sampai kicauan burung liar yang hidup di kawasan hutan hanya tinggal sejarah. Dan hanya bisa di pelajari dengan membuka internet. Melihat gambarnya saja, tanpa bisa menikmati secara kasat mata, karena keberadaan mereka telah punah. Jangan sampai menjadi suatu hal yang ironi.
Tidak ada yang salah, saat kita sadar lingkungan, dengan menjaga kelestarian alam. Menyatu dengan alam dan menjaga keseimbangannya. Siapkah? Mulailah dari sekarang!
![Dokpri.](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/20/img-20181216-wa0026-5c1a869443322f7e333c7b06.jpg?t=o&v=770)
![Dan sekarang kalian menjadi bagian kami dalam bersama menghijaukan Indonesia. Be part Harapan Hutan. Salam Lestari! Senangnya menjadi bagian mereka. Penanaman 11.000 mangrove di desa Mangunharjo, Mangkang Wetan Kota Semarang, 16 Desember 2018. (dokpri).](https://assets.kompasiana.com/items/album/2018/12/20/img-20181216-wa0032-5c1a86fe12ae941246373473.jpg?t=o&v=770)
Wahyu Sapta.
Semarang, 20 Desember 2018.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI