Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

"Salam Tempel" Saat Lebaran Tanda Sayang

11 Juni 2018   04:24 Diperbarui: 11 Juni 2018   07:30 887
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada senyum yang tertahan saat Luthfi menerima salam tempel yang berupa amplop dari kakeknya. Senyum senang karena amplop itu berisi uang yang lumayan banyak, melebihi uang sakunya sehari-hari. Rona ceria tampak di wajahnya. Kemudian amplop itu ia simpan dalam sakunya. Tak berapa lama, om dan tantenya juga memberikan salam tempel. Hem, bahagia sekali. 

Saat inilah yang ia tunggu-tunggu. Saat sesudah salat Ied dan berkumpul dengan keluarga besar. Sebenarnya bukan itu saja, karena ia tadi sudah menyerbu menu lebaran, lontong opor yang disantap bersama-sama. Saat berkumpul di rumah kakek neneknya.

Lalu ia dan kakaknya saling mengobrol, menanyakan, dapat berapa amplop. Tentu saja sama. Masing-masing mereka juga mendapat salam tempel dari kakek dan om tante.

Tradisi memberi salam tempel masih dipertahankan di keluarganya. Bukan untuk orang lain, melainkan untuk lingkungan keluarga sendiri. Dari keluarga dekat saja. Karena pada saat mereka mengikuti ayah bundanya berkunjung ke rumah teman ayahnya, mereka tak mendapat salam tempel. Hanya di keluarga besar saja mendapat salam tempel.

Lalu mereka merasakan ada sesuatu yang kurang. Kok dari ayah bundanya belum mendapat salam tempel. Hahaha... tahu saja mereka. Akhirnya ayah bundanya juga memberikan salam tempel. Bukan untuk mereka saja, tetapi juga untuk para sepupu. Aih, senangnya.

Pesan klasik yang menyertai salam tempel itu adalah, "Jangan untuk jajan ya. Apalagi untuk membeli paketan pulsa. Ada baiknya ditabung.  Atau untuk membeli buku. Nanti, jika  tabungannya sudah banyak, bisa untuk keperluan sekolah." Mereka menganggukkan kepala tanda mengerti. Memang tujuan memberikan salam tempel tersebut adalah ungkapan kasih sayang dari kakek nenek, ayah bunda dan om tante. Untuk ditabung.

Apa sih salam tempel itu? Menurut KBBI, salam tempel adalah salam yang disertai uang (atau amplop berisi uang) dan sebagainya yang diselipkan dalam tangan orang yang disalami. Nah, jika salam tempel ini diberikan pada saat lebaran, merupakan tradisi yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. Biasanya diberikan kepada anak-anak dari orang tua atau saudara yang lebih tua.

Tradisi ini telah lama ada. Sejak zaman dulu. Bahkan pada saat itu, anak-anak kecil saat lebaran akan berputar mengelilingi kampung, mengunjungi rumah tetangga. Tujuannya adalah selain bersilaturahmi, juga untuk mendapatkan salam tempel. Biasanya para orang tua yang rumahnya dikunjungi akan memberikan jajanan dalam toples yang disajikan di meja. Toples-toples itu berisi kue-kue khas lebaran. Lalu ketika akan berpamitan, mereka menunggu sesuatu. Iya, salam tempel berupa uang! Nilai nomimalnya beragam. Yang penting bahagia. Anak-anak akan senang hati menerimanya.

Ada beberapa dari mereka yang bersaing untuk mendapatkan salam tempel paling banyak. Tentu saja karena mereka berkeliling kampung lebih luas. Semakin luas area berputar, semakin banyak rumah yang dikunjungi. Artinya, uang dari salam tempel juga lebih banyak. Hahaha... kenangan yang indah.

Beda dengan zaman sekarang. Dimana area mengenal tetangga menyempit. Anak-anak tak lagi mengelilingi kampung untuk memperoleh salam tempel saat lebaran datang. Memang di beberapa daerah masih ada tradisi ini. Akan tetapi sudah jarang. Bisa dihitung dengan jari. Salam tempel untuk anak-anak hanya dari beberapa saudara atau kerabat dekat saja.

Sebenarnya ada segi positifnya. Salam tempel itu semacam reward yang diberikan, karena anak-anak berhasil melalui puasa sebulan penuh dengan lancar. Salam tempel bisa menjadi salah satu semangat bagi anak-anak yang sedang belajar menjalankan ibadah puasa.

Tetapi salam tempel bisa juga menjadi hal negatif. Jika saat memperoleh salam tempel, mereka berperilaku lebih konsumtif. Bagi anak-anak yang belum bisa mengelola uang salam tempel, akan menggunakan uang tersebut untuk membeli barang yang diinginkan. Tetapi barang tersebut kadang-kadang tidak memiliki daya guna. Hanya untuk kesenangan saja. Misalnya mainan atau pulsa. Mereka menjadi boros dan konsumtif.  

Ada baiknya orang tua membantu anak-anak mengelola uang salam tempel tersebut. Misalnya ditabung untuk keperluan sekolah. Atau tabungan tersebut untuk membeli barang yang berguna, seperti laptop. Akan lebih berguna dibanding handphone tercanggih atau pulsa untuk paketan.  

Jadi, kalau menurut saya, tradisi salam tempel saat lebaran boleh-boleh saja. Untuk memberikan kenangan manis anak-anak saat mereka kelak dewasa. Kenangan manis berupa salam tempel saat berlebaran akan dikenang. Dan kelak jika mereka telah dewasa akan meneruskan tradisi tersebut ke anak-anaknya. Tradisi akan tetap ada dan turun temurun.

Juga untuk menambah tabungan anak-anak. Mengajari mereka gemar menabung. Karena uang dari salam tempel merupakan rezeki buat mereka.Akan lebih baik jika ditabung untuk masa depan mereka. Tidak banyak memang. Tetapi jika setiap lebaran memperolehnya, maka lama-lama menjadi bukit. Tabungan akan bertambah. Keren kan?

Salam Tempel! Salam Menjelang Lebaran!

Nah, sebentar lagi lebaran. Tinggal beberapa hari lagi. Tetap semangat berpuasa, ya. Semoga lancar hingga di hari kemenangan nan fitri nanti. Aamiin.  

Semarang, 11 Juni 2018.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun