Jadi growol ini adalah makanan berbahan dasar ketela pohon. Pada zaman dulu, growol ini bisa menjadi alternatif pengganti nasi. Karena pada zaman dulu nasi masih mahal bagi penduduk sekitar. Maka mereka menggantikan nasi dengan growol. Rasanya tawar cenderung tidak memiliki rasa.
Cara pembuatannya, ketela pohon dikupas, kemudian dicuci bersih, lalu di rendam hingga tiga hari lamanya. Setelah tiga hari, rendaman dibuang airnya dan ketela dicuci kembali. Kemudian ketela dicacah-cacah menjadi seperti parutan ketela dan dikukus dengan dibungkus daun pisang. Makanan ini bisa tahan hingga tiga hari lamanya, loh.
Cara memakannya seperti kita memakan nasi biasa. Bisa dicampur dengan sayur dan lauk. Tetapi masyarakat sekitar biasanya memakan growol bersama tempe benguk bacem atau besengek. Ada juga yang memakan growol dengan kethak yaitu kudapan yang berasal dari endapan santan kelapa yang dibuat minyak goreng. Layaknya sumber karbohidrat, growol ini mengenyangkan.
Sebenarnya ada lagi makanan khas Wates yang belum tersaji di atas meja saat itu. Geblek. Yaitu makanan berwarna putih dan kenyal. Mirip-mirip cireng rasanya. Tetapi bentuknya seperti angka delapan. Berbahan dasar tepung tapioka. Cara memakannya disertai tempe benguk bacem. Mengenyangkan.
Tetapi saat makan harus dalam kondisi panas atau hangat. Karena jika sesudah dingin akan keras dan alot, susah untuk digigit. Kata saudara saya, penjualnya baru libur tidak berjualan. Tetapi dulu saya sudah pernah merasakan, jadi tahu gambaran rasanya.