"Ibu istrinya pak Satria? Suami ibu ada di rumah sakit. Tadi ditemukan terluka tak sadarkan diri. Lukanya tak begitu parah. Hanya sedikit lebam. Tetapi ia mengalami koma." kata seseorang di seberang sana.
Naira seperti biasa, hanya bisa terdiam. Ketika dirinya berada di rumah sakit, dilihatnya laki-laki yang dicintainya terbaring lemah. Nafasnya yang terlihat turun naik, terbantu oleh selang oksigen. Selebihnya Satria seperti tidur pulas.
Naira merasa bingung, apakah ia patut bahagia atau sedih? Karena dengan begitu ia tak lagi merasakan kesakitan karena luka hati dan fisik yang keluar dari diri Satria. Ia merasa bebas saat ini. Bebas dari kemarahan yang meledak dan ingin memecahkan sesuatu. Juga perkataan yang setajam belati.
"Pak Satria sakit tumor otak. Pada saat ia menyetir mobil, sakitnya kambuh. Ia tidak bisa mengendalikan laju mobil, sehingga menabrak pembatas jalan. Beruntung ia hanya sedikit luka. Tetapi penyakit tumor otak itulah yang membuatnya koma. Dan bisa saja penyakitnya itu dalam keseharian membuatnya sering marah dan tidak bisa mengendalikan kemarahannya. Biasanya kemarahan itu meletup-letup dan ingin membanting sesuatu. Ia merasa kesakitan." tutur dokter yang merawat.
Naira terdiam. Seperti biasa ia tak mampu berkata banyak. Ia bingung, harus merasa bahagia atau sedih.
***
Semarang, 8 April 2018.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H