kamu boleh menyalahkan hujan, karena aliran derasnya ia sembunyikan di balik awan hitam di balik langit, nun jauh di sana, hingga tak lebih dekat daripada angin kering
mengapa ia tak juga segera menyusun kekuatan agar aliran deras segera datang ke bumi, mengaliri perbukitan, gunung-gunung, laut, hingga bebatuan di bawah kakimu
sedangkan debu menyapamu dari pagi hingga sore hari, padahal kau tak menyukainya, lalu dengan sengaja kau menutupi seluruh wajahmu demi menghindar dari debu, kemudian debu marah-marah dan selalu berputar-putar
panas tak kalah teriknya, melukai pori-pori kulitmu, hingga kau sedikit mengeluh karena begitu perihnya, lalu melindungi kulitmu dengan sunblok entah seberapa tebalnya
semua orang mulai kasak kusuk dan menyalahkan hujan mengapa masih saja bersembunyi, hanya karena angin yang berhembus kencang membawa debu yang penuh pesan-pesan, mengalihkan sang hujan untuk segera tiba tepat waktu
o, sudahi saja susah ini, karena panasnya tak terperi, angin dan debu yang membuat sesak! tak tahan o, tak tahan
salahkan hujan? ya, salahkan hujan! salahkan hujan, salahkan hujan
(kamu boleh menyalahkan hujan! mengapa ia tak segera datang)
Semarang, 28 Agustus 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H