Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Galih dan Ratna Mengikat Janji

8 Juli 2015   10:55 Diperbarui: 8 Juli 2015   10:55 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Dokpri

 

Soal perasaan, aku tak bisa menebaknya. Tapi aku bisa merasakan getarannya. Bagai sebuah radar, ia bergetar dan menyala selalu. Entahlah. Aku hanya bisa mereka-reka, dan tak berani memastikannya. Aku jatuh cinta padamu tak hanya sekali, berkali-kali itu mungkin.

Diammu dalam keheningan hati, memberikanku isyarat, bahwa dirimu memendam rasa yang ada dalam hatimu. Kau tak berani mengungkapkannya, meski aku selalu menunggu kata darimu.

Isyarat cinta, demikian rapat kau sembunyikan, entah karena apa. Serupa dengan hatiku, yang tak menampakkan suasana hati, meski bergemuruh di dalamnya. Begitu fasihnya aku menjadi pengamat sejatimu, menjadikanku memiliki sensifitas tinggi tentang perubahan hatimu, meski kau tak perlu bercerita.

Galih, mengapa tak pernah bilang, bahwa radar hatimu juga bergemuruh?

***

Bahwa apa yang sekarang aku lakukan adalah selalu bersikap bagai ruang tunggu, menanti selalu apa yang hendak kau ucapkan, aku tak perlu mempertanyakannya. Itu untukmu.

Salam ya, semoga kau baik-baik saja. Apakah hanya itu? Tak perlu, karena aku selalu tahu, apa yang ada pada dirimu. Wah, kau semakin sukses, semoga hal terbaik untukmu. Oh, kalau itu, aku sangat berterimakasih, ucapanmu mengandung semangat tujuhbelas kali dari yang kupunya.

Fui, semakin gila rasanya, selalu memikirkan tentangmu, dan tak pernah usai acara. Selalu berdentang, meski mencoba berpikir flat.

Galih, you're make me insane. Bahkan kegilaan macam apapun yang kulakukan, itu untukmu. Baiklah, jika memang ini yang harus aku punya, aku dengan senang hati untuk menerimanya.

Tiba-tiba pintu kamar

terketuk dari luar. Ups, sepertinya Mama.

"Ratnaaa... ayoo.. kita makan malam. Papa dan adikmu sudah menunggu dari tadi." Segera kuberesi laptop yang masih menyala. Mama jangan sampai tahu, aku malu.

"Iya ma, Ratna akan segera turun. Tunggu sebentar." Sempat kutulis di barisan bawah, :buat Kak Galih, XII MIA4. Lalu, save. Aman.

Kata mama, remaja Islami, tak boleh berpacaran dulu. Boleh berteman, tapi tak boleh pacaran. Kata mama pula, rasa suka pada seseorang itu wajar, tapi aku harus bisa memenejnya agar tak terlalu menggangu pelajaranku. Perbanyak teman, jaga pergaulan Ratna, kata Mama. Oke, aku nurut apa kata mama. Lagian, aku malu, jika mengungkapkan rasa lebih dulu, apalagi di hadapan kak Galih. Oh, no way!

Aku segera turun ke bawah, untuk makan malam bersama mama, papa dan adik.

***

 

 

Sementara itu di tempat berbeda.

 

Gadis itu, gadis itu telah merebut hatiku. Senyumnya yang menawan, membuatku selalu memikirkannya. Wajahnya yang lembut berbalur kerudung menambah lembut auranya. Apalagi bila ia tersenyum. Aduhai, semua lewat, bahkan peer aku lupakan. Demi mengingat wajahnya. Oh, Ratna, aku jatuh cinta padamu, bukan hanya sekali, tapi berkali-kali.

Ratna yang alim, pernah aku melihatmu melirik padaku, tapi segera kaualihkan pandanganmu, saat aku melihat ke arahmu. Duh, makin cantik saja kamu, dengan kerudung warna pink lembut. Bagaimanapun aku ingin mengungkapkan semua apa yang ada di hati ini. Tapi, apakah kau mau menerimanya? Jangan-jangan kau akan menolaknya sebelum aku berkata itu padamu.

 

Tunggu, tunggu saja waktu yang tepat untuk menembakmu. Meski lama, aku akan tetap bersabar. Duh, aku harus bersabar ya, meski kadang aku merasa, kau seperti menunggu kata dariku. Ah, tapi entahlah. Aku musti belajar dulu menjadi imam, agar bisa menjadi imammu, gadis berkerudung cantik bernama Ratna. Bukankah pria yang baik akan mendapat wanita yang baik pula? Aku mau yang seperti itu, aku ingin berjodoh dengan Ratna yang alim dan cantik, kelas XI MIA2.

 

Aku tersenyum dalam hati, sambil membatin, yee, masih lama kali buat mikir yang seperti itu. Tiba-tiba pintu kamar

diketuk dari luar. Ups, pasti mama.

"Galiiih.. dicari Khahfi tuh, katanya mau diajakin futsal," seru mama. Oiya, aku hampir lupa, ada janji main futsal.

"Iya ma, bentar, nanti turun," jawabku.

Nah, Ratna, wait for me ya, aku suka kau, tapi aku malu. Aku tertawa dalam hati, karena mengirim sinyal padamu.

***

 

Dalam bentuk radar, Galih dan Ratna mengikat janji. Hanya sinyal yang mereka kirim. Malu-malu bila harus terucap. Oi, syahdu. Cantik dan indahnya cinta mereka, yang meski ingin terucap, tapi bersabar untuk menunggu waktu yang tepat untuk membinanya.

 

Oh, Galih. Oh, Ratna, cintamu abadi
Wahai Galih, duhai, Ratna,
Tiada petaka merenggut kasihmu..
du du du du...

(syair lagu Galih dan Ratna, dipopulerkan D’Chinamon)

***

(8/7/15)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun