Sumber Gambar: http://ishackkiswara.blogspot.com/2014/11/cara-membuat-introvert-jatuh-cinta.html
Sena:
"Aku tak akan menghalangimu cantik. Bahkan seluruh duniapun tahu bahwa kamu cantik, tapi, tolong, kamu tak usah menambah merah di pipimu. Tanpa itupun kamu tetap cantik." kataku hari itu. Lalu sambil terbengong, kamu meletakkan kembali pemerah pipi yang terlanjur kamu siapkan. Kamu cemberut, mulutmu maju entah berapa centi. Aku tak perduli, bagiku kamu akan tetap cantik tanpa benda itu.
Lalu kamu ganti mengambil sebentuk pensil yang ujungnya berwarna hitam kecoklatan, apa itu, entah. Kamu letakkan benda itu di atas alis hitammu. Belum sampai kamu membentuknya, akupun berkata, "Apa itu sayang? Bahkan alismu lebih bagus asli dan legam. Untuk apa kau bentuk lagi? Sudahlah. Kamu cukup cantik alami tanpa itu." Kamu meletakkan kembali pensil itu.
Masih sambil cemberut, kamu mengambil sebuah benda, seperti tabung kecil, apakah itu lipstik?
"Ini namanya lipglos sayang," katamu padaku. "Fungsinya menjaga bibir agar tak pecah. Masih juga kau larang?" lanjutmu.
"Kalau itu, bolehlah," kataku.
Memang ribet ya jadi perempuan untuk menjadi cantik, ada bedak, maskara, pemerah pipi atau apapun itu. Bagiku, bila cantik akan tetap cantik. Dan kecantikan adalah relatif, tak perlu harus bersusah payah mencari sesuatu untuk membuat cantik.
"Kita jadi pergi tidak?" tanyamu.
"Ya jadi lah, kenapa?"
"Kamu ribet, apa-apa yang aku lakukan, kamu larang. Memang kenapa sih?"
"Duuh, marah ya?"
"Nggak marah, cuma sebel," ujarmu sambil cemberut, seperti tadi, mulut maju beberapa senti. Aku sangat suka bila kamu dalam keadaan demikian, menurutku, kamu semakin cantik.
"Memang kita mau pergi kemana? Pakai rahasia segala."
"Sudah, nggak usah nanya, kamu pasti suka."
Rahasia? Tentu saja, aku ingin memberimu sebuah kejutan, nah, aneh kan kalau aku harus bilang sebelumnya. Bisa jadi nanti tak rahasia lagi namanya.
**
Reina:
Aku paling sebel bila Sena mulai berulah. Apa yang ingin aku lakukan pasti dilarang. Nah, memangnya aku anak kecil? Hellow..aku istrimu okey.. Over protektif? Wah, ini nih yang aku tak suka. Bakalan membelengguku. Hem, tapi kadang ada benarnya juga. Aku sedari kecil manja, segalanya terpenuhi, juga suka egois. Ini yang harus kurubah. Mindset manja. Biar kamu juga memberi kepercayaan padaku, bahwa aku juga bisa mandiri, dan tidak selalu dilarang bila akan melakukan sesuatu karena sifat over protektifmu itu.
“Kamu nggak boleh pergi sendiri ya, di jalan rame. Kalau kamu ingin pergi kemana, bilang aku, nanti aku antar." katamu kala itu.
Bagiku, itu suatu kesenangan, karena tak harus sendirian kemanapun pergi. Tapi lama-lama aku merasa tak mandiri dan juga tak pede. Aku menjadi penakut bila akan bepergian.
Demi, melihat matamu yang begitu berbinar penuh kasih sayang, aku tak sanggup untuk tak selalu patuh pada segala ucapanmu. Apalagi selama ini didikan orangtua mengatakan agar aku selalu patuh pada suami. Klop sudah, aku merasa menjadi seseorang yang tak mandiri dan bergantung padamu.
Tapi kurasa kamu enjoy saja, merasa tak keberatan, cuma kadang-kadang bila sedang capek, cemberut juga. Padahal aku ingin pergi. Nah kan, mana aku tega memintamu untuk menemaniku keluar? Aku terlalu bergantung padamu.
**
Sena melirik istrinya, cantik, begitu batinnya. Baginya, cantik tak harus terlihat secara fisik saja, tapi juga dari dalam. Kecantikan dari dalam lebih menyentuh hati. Baginya, kecantikan itu juga relatif. Reina adalah wanita tercantik yang ia temui setelah ibundanya. Reina juga patuh padanya, selama ini Reina selalu mengiyakan segala apa yang ia ucapkan.
Hem, Reina melirik suaminya, orang yang paling disayanginya. Baginya, Sena terlalu baik, tapi kadang-kadang terlalu membatasi, meski ia tak pernah merasa dirugikan, bahkan mungkin terlalu dimanjakan.
Hari ini, mereka perang dingin, penyebabnya, apalagi kalau bukan sifat over protektif Sena. Sifat itu yang tak bisa hilang dari diri Sena. Padahal Reina hanya pergi bersama temannya, yang tadi berkunjung ke rumah. Hanya sekedar nostalgia, jajan bakso seperti dulu mereka lakukan, sewaktu mereka masih gadis. Itupun Reina sudah seijin pada Sena, dan Sena mengiyakan. Tapi setelah pulang, Sena cemberut.
**
Dua Kamar:
Masing-masing tertutup rapat, tapi hampir bisa ditebak, di dalamnya, ada sebuah kecemasan dan tak bisa tidur, meski tempat itu nyaman. Dengan susah payah, mata berusaha memejam. Tak bisa, ini bisa gila jadinya.
Mulai di goreskan pena pada kertas itu.
Aku benar-benar tak pandai merayu, buktinya kau tak bergeming, hanya diam seribu bahasa, saat aku mencoba merayumu. Harus memakai cara apa agar aku mampu meraih hatimu? Ah, sudahlah, aku pun akan diam saja, mungkin kau sedang tak ingin diganggu.
Lalu saat aku diam, bahkan kau pura-pura menanyakan sesuatu. Itu pertanda apa? Benar-benar membingungkan.
Apakah iya atau tidak?
Bila iya, bukankah aku akan melangkah maju, tanda telah memberi sinyal, ada angin segar darimu.
Bila tidak, aku akan tetap berusaha untuk meraih hatimu, mengambil hatimu meski kau pura-pura tak tahu.
Aku tahu, dalam hatimu, kau juga memujaku, seperti juga hatiku memujamu.
"Sayaaang, pesanmu sudah kubaca di meja rias, lain kali jangan terlalu membatasiku, juga jangan menghalangiku untuk cantik yaa,"
PING!!!
Pesan sampai.
**
Lalu kedua pintu kamar membuka, sebentuk lengkungan senyum terbit. Seperti bulan sabit saja.
"Lain kali, bila ingin marah, bilang-bilang ya, dan jangan terlalu lama, nanti cantikmu hilang."
"Iya, lain kali kalau melarang sesuatu, bilang-bilang ya, biar aku tahu, apakah aku suka atau tidak."
"Jadi?"
"Apa?"
"Kita baikan?"
"Ya iyalah,"
**
Bulan sabit seperti senyuman di luar malam itu, dalam temaram agak gelap, romansa bertabur bintang yang menyala, menentramkan dua hati.
"Kamu, hampir saja mematahkan hatiku."
"Tentu tak mungkin, karena separuh hatimu itu aku."
“_____, ”
**
(13/05/15)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI