“San?”
“Iya, iya, aku minta maaf Rani.”
Lalu kamu tersenyum. Aku hanya bisa menahan nafas, menunggu sang lesung pipit di pipi sebelah kiri muncul. Nah, itu dia.
Lalu kamu bercerita panjang dan tanpa jeda. Aku mendengarkan. Baik, baik, aku diam saja. Menunggumu puas bercerita. Biasanya seperti itu. Setiap habis marah dan ngambek, ceritamu menumpuk. Aku hafal sekali. Tak apa, karena aku akan tetap memiliki senyummu.
“Hoii San, es campurnya kok nggak dihabisin sih? “ Keburu bel berbunyi, kita harus masuk kelas kembali. Kamu di kelas XI Mia 4, aku di kelas XI Mia 2.
***
Kali ini aku tak akan membuatmu marah kembali, saat kamu mengatakan bahwa hatimu akan tinggal di hatiku. “San, hatiku akan tinggal di hatimu, tapi hanya separo ya?”
Loh? Kok hanya separo sih?
Aku tidak marah, dan tidak juga memprotesnya. Bila itu kulakukan, maka aku akan kehilangan senyummu. Aku tak mau.
Bip! Sore itu handphoneku berkedip. Isi pesan itu, darimu.
“San, kamu kok nggak protes sih?” Okey, okey aku protes, begitu jawabku.