Mohon tunggu...
Wahyu Sapta
Wahyu Sapta Mohon Tunggu... Penulis - Penulis #Peraih Best In Fiction Kompasiana Award 2018#

Menyatulah dengan alam, bersahabatlah dengan alam, ikuti alirannya, lalu kau rasakan, bahwa dunia itu indah, tanpa ada suatu pertentangan, damai, nyaman, teratur, seperti derap irama alam berpadu, nyanyian angin, nyanyian jiwa, beiringan, dekat tapi tak pernah berselisih, seimbang, tenang, alam, angin, jiwa, mempadu nyanyian tanpa pernah sumbang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku Pengagum Rahasiamu

10 Oktober 2014   21:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:34 417
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bintang di langit. Aku menatap bintang di langit. Berkerlip, bertabur bagai permata. Ada satu bintang yang lebih terang cemerlang. Aku menunjuknya, dan mengklaim bahwa bintang yang paling cemerlang itu kamu. Sedangkan aku, adalah pengagum rahasiamu.

Wajahmu tak tersentuh tanganku, meski kubalikkan indahnya matahari pagi, kamu tetap hanya sebentuk siluet hitam membelakangi sinar putih, semua tampak kabut tak jelas. Meski begitu. aku diam-diam menjadi pengagummu, paling setia, di urutan nomer satu, meski tak pernah bisa menyentuhmu wajahmu.

Entah kenapa, setiap berbincang denganmu, aku akan merasa melayang bagai tak menapak tanah. Aku selalu merasa tersanjung usai berbincang denganmu. Padahal kamu hanya mengatakan, "Hai," atau pernah juga menyapaku, "Kamu penghuni nomer 7?" Itu saja.

Aku ini seorang gadis, dengan ekor kuda dan berkacamata tebal. Aku tahu, tak banyak makhluk adam yang akan melirikku. Mereka akan melewatiku begitu saja saat melintas di depanku. Aku sudah biasa, dan tak mempermasalahkan itu. Tapii..

*******

Lalu aku mencari akal, bagaimana agar aku bisa menyentuhmu, tiba-tiba aku ingin ke salon. Mempermak penampilanku. Sebenarnya aku tak suka yang demikian, karena aku merasa itu bukan hal jujur buatku. Tapi apa salahnya? Siapa tahu, kamu akan melirikku dengan cepat, saat aku berubah nanti.

Criiiing… aku berubah!

Apa ada yang salah? Aku kikuk. Dengan penampilan feminine, agak membuatku tak nyaman. Tak apa. Untukmu.

Tapi, oi, bahkan kamu tak mengenaliku? Kamu tak menyapaku dan diam saja ketika bertemu denganku diujung selasar antar ruangan apartemen tadi? Hei, aku penghuni nomer 7, mengapa kamu tak mengenaliku? Aku sedih. Mengapa jadi begini? Bukankah aku sudah berusaha agar kamu melirikku dengan penampilanku yang baru? Aku patah hati, aku menangis, aku masuk kamar dan tak mau keluar.

Bantalku basah. Aku menangis dalam bantal, hanya ia temanku, yang mampu menampung air mataku. Sudahlah, aku menyesal mengubah penampilku, bila kamupun tak mengenalku. Aku kembali ke asal. Berekor kuda dan memakai kacamata tebal. Celana jean, kaos t-shirt, nyaman sekali. Aku harus ke kampus hari ini.

Lalu kita bertemu di selasar. Kamu tersenyum. Nah, kan? Mengapa kamu mengenaliku lagi? Aku berwujud kan? Aku Neni, penghuni nomer 7. Kamu menundukkan kepala sedikit dan tersenyum, aku membalasnya dengan sukacita. That’s it.

*******

Lalu beberapa hari kemudian, secarik kertas aku temukan di bawah lantai saat aku membuka pintu.

Dear: penghuni nomer 7,

Aku sebenarnya hanya ingin berteman, tapi kau tak membawanya. Kau hanya membawa cinta. Aku tak memiliki pilihan. Sedangkan kau dan aku begitu dekatnya, tanpa sekat, tanpa waktu. Akhirnya aku telah masuk dalam lingkaran cintamu yang kau bawa. Aku bersandar disana dan aku merasa nyaman. Apakah ini suatu kesalahan, saat kaupun merasa nyaman..

Salam, penghuni nomer 10.

Aku tersenyum, aku tahu namamu Beno. Kita sudah berkenalan sejak beberapa hari yang lalu.

******

"Hei..hatimu tertinggal di sini. Kemarin kamu lupa membawanya kembali.."

"Tak apa, sengaja kutinggal, untukmu!"

"Lalu, bagaimana ini? Aku menjadi bingung.."

"Tak sukakah kamu, jika hatiku menemani hatimu?"

"Oh, aku akan senang sekali, begitukah denganmu?"

"Tentu saja,"

"Baiklah, akan aku simpan hatimu, untukku."

Hatiku tertinggal di hatimu. Bisa kamu bayangkan bagaimana rasanya. Hampa. Sepi. Tidak karuan. Juga sedikit was-was. Aku mengkhawatirkan hatiku yang tertinggal, akankah ia baik-baik saja. Sedangkan tempat di hatiku kini, sekarang bermukim hatimu. Apakah kamu juga merasakan hal yang sama, mengkhawatirkan hatimu yang bermukim dihatiku?

Aku, pengagum rahasiamu, dan sekarang tak lagi, karena kamu sudah mengetahuinya.

*******

(10/10/14)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun