Peneliti menggunakan metode penelitian yuridis normatif, yaitu metode penelitian terhadap asas-asas hukum positif yang tertulis dalam perundang-undangan. Menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, dimana temuannya tidak diperoleh dari prosedur statistik namun penelitian bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. terdapat dua sumber data dalam penelitian ini, yaitu sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder. Teknik pengumpulan datanya menggunakan tiga metode, yaitu observasi, studi kepustakaan, dan dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik anallisis deskriptif.
Pendapat Mubaligh dimedia Sosial
1. Uztadz Buya Yahya, Buya Yahya berpendapat bahwa penggunaan kata syariah dalam hal muamalah adalah penting dan kita harus percaya, hal itu karena pengunaan kata syariah berasal dari adanya aktivitas muamalah yang tidak syariah. Kata ini berlaku juga untuk asuransi syariah berarti diluar sana terdapat asuransi tidak syariah.
2. Uztadz Dr. Erwandi Tarmizi, MA., Uztadz Erwandi berpendapat bahwa masyarakat tidak asinhg memperdebatkan halal dan haramnya asuransi syariah, sebagian meragukan bahwa asuransi syariah mengandung gharar seperti asuransi konvensional. Menanggapi masalah ini Uztadz Erwandi mengumpamakan asuransi syariah mengandung gharar dan riba, untuk menghilangkan unsur gharar maka dapat diganti dengan akad tabarru dimana setiap peserta menyerahkan uang bukan inginmendapatkan ganti tetapi dengan tujuan membantu orang lain yang terkena musibah atau kecelakaan.
3. Uztadz Khalid Basalamah, MA., Dalam skripsi ini dikatakan bahwa tidak sedikit masyarakat mengikuti asuransi sama saja tidak yakin dengan adanya perlindungan dari Allah SWT. Uztadz Khalid menjelaskan mayoritas semua perusahaan asuransi mendapatkan keuntungan, besar untungnya didunia. Perusahaan hanya menjual rasa takut manusia hal ini karena hanya sedikit orang yang mengklaim asuransi yang dimilikinya. Beliau menambahkan bahwa asuransi tidak ada hubungan nya dengan investasi, uztadz Khalid menyarankan untuk menabung dan investasi karena itu lebih baik dari berasuransi. Yang ada dibumi hanyalah titipan, sebagai makhluk tidak perlu takut jika nanti meninggal, maka nanti sang pencipta yang mengurusnya.
4. Uztadz Muhammad Arifin Badri, MA., Beliau berpendapat bahwa setiap manusia itu penakut, takut skit, dan takut tidak punya uang. Karena ketakutannya manusia datang ke perusahaan asuransi, hal seperti ini bukanlah solusi, solusi yang harus dimiliki adalah tawakkal. Uztadz Arifin menjelaskan bahwa uang adalah alat transaksi, ketika sebuah akad objek akadnya adalah uang yang menghasilkan uang maka sudah dipastikan itu riba. Beliau menjelaskan meskipun sekarang sudah ada asuransi syariah itu tetap sama hukumnya, karena dalam asuransi syariah sama saja uang menghasilkan uang. Apalagi jika tidak ada claim masih juga ada aspek hangus, tidak ada dasarnya menghanguskan uang peserta karena peserta tidak memakan harta perusahaan, perusahaan tidak memberi barang kepada peserta dan tidak juga memberi jasa kepada peserta. Hal seperti ini mengandung kedzaliman.
5. Uztadz Dwi Condro Triono, Ph.D., Kebolehan asuransi didasarkan pada hadist yang berbunyi “kaum asy’ariyin jika mereka kehabisan bekal dalam peperangan atau jika makanan keluarga mereka di Madinah menipis, mereka mengumpulkan apa yang mereka miliki dalam satu lembar kain kemudian mereka bagi rata diantara mereka dalam satu wadah, mereka itu bagian dariku dan akupun bagian dari mereka”. (H.R. Muttafaq‘Alaih). Uztadz Condron memberikan penjelasan bahwasanya hadist tersebut belum dapat menjadi dasar kebolehan asuransi, hal ini karena dalam hadist tersebut bahaya terjadi terlebih dahulu, setelah itu baru terjadi proses tolong menolong. Namun pada asuransi syariah bahaya belum terjadi tetapi sudah terjadi ta'awun. Selain itu terdapat beberapa alasan mengenai haramnya asuransi syariah, yaitu ada unsur multiakad, adanya akad hibah yang haram, ada unsur judi dalam asuransi syariah dan yang ke empat adanya unsur gharar.
6. Uztadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A., Uztadz Syafiq menjelaskan bahwa pada dasarnya seseorang ikut asuransi karena ada kekhawatiran, khawatir terhadap segala sesuatu urusan dunia yang sifatnya sementara menyebabkan orang ikut asuransi. Menurut beliau asuransi yang paling tepat dan aman digunakan adalah mengasuransikan diri kita kepada Allah SWT. Jika asuransi hanya bersifat menabung dan jelas akadnya maka diperbolehkan.
7. Uztadz Ammi Nur Baits, Uztadz Ammi berpendapat bahwa hanya ada dua asuransi yang mubah, pertama asuransi yang mantap (mangan tabungan), maksudnya asuransi yang didapatkan oleh anggota sama dengan premi yang pernah dibayarkan. Yang kedua asuransi sosial atau iuran, yaitu asuransi yang dari awal diniatkan untuk beramal bukan mencari keuntungan. Ketika orang melakukan transaksi yang ada untung-untungan mukhtarah mengandung spekulasi yang bisa mendatangkan untung besarataupun rugi besar, sehingga tidak jelas ketika melakukan akad. Ketika ada untung besar dia memakan harta orang lain maka dalam islam tidak diperbolehkan. Seperti yang dipahami prinsip awal asuransi seperti itu, letak unsur spekulasi ketika membayar senilai tertentu, kemudian lembaga asuransi memberikan jaminan resiko.
Analisa Pendapat Para Ulama Atau Uztadz Perspektif Fatwa DSN MUI
identifikasi isu asuransi syariah menurut pendapat para ulama media sosial