Mohon tunggu...
wahy
wahy Mohon Tunggu... -

twitter @wahysaleh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bang Arsyad, Jangan Sampai "Quatrick" oleh Indra J Piliang Sang Gerilya Institut

20 Januari 2018   11:53 Diperbarui: 20 Januari 2018   12:13 765
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

5. Bugis (1.94%), 

6. Tionghoa (1.85%), 

7. Suku Sunda 1.41%, 

8. Nias 1.29%,

9. Suku Lainnya 2.14%.

Kehadiran suku Jawa, misalnya, bukanlah bagian dari "penaklukan" sejak zaman Ekspedisi Pamalayu Kerajaan Singosari (abad ke 13) sejak zaman Maharaja Kartanegara, ataupun bagian dari pendudukan atau penaklukan era Sumpah Palapa Mahapatih Gajah Mada dari Kerajaan Majapahit (abad ke 14), tetapi justru datang pada saat lalu-lintas perdagangan ramai di Selat Malaka pascapenaklukan Malaka oleh Portugis sejak tahun 1511 (awal abad ke-16). 

Sejarah mencatat, Malaka gagal dipertahankan oleh pasukan multinasional dan multinegara dari Aceh, Minangkabau, Riau, hingga Banten sampai Makassar dan Maluku yang notabene dihuni oleh puak Melayu sebagai jalur perdagangan rempah-rempahnya. Kejatuhan Malaka adalah bagian dari badai penaklukan ranah Melayu lainnya oleh bangsa-bangsa Eropa.

Terdapat juga masyarakat asli Riau berumpun Minangkabau yang berasal dari daerah Rokan Hulu, Kampar, Kuantan Singingi, dan sebagian Inderagiri Hulu. Pun ada masyarakat Mandailing di Rokan Hulu, yang lebih mengaku sebagai Melayu daripada sebagai Minangkabau ataupun Batak. 

Percampuran Batak dan Minang dalam identitas kemelayuan yang bergelora ini muncul dalam sosok Tuanku Tambusai yang kontroversi dalam Perang Paderi (1821-1837). Perang Paderi adalah perang terlama dalam abad-abad kolonialisme. Migrasi dan pertalian darah baru tercipta dalam Perang Paderi ini dalam membingkai genetika puak Melayu di bagian Sumatera Tengah (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jambi hingga Bengkulu di zaman now).

Percampuranyang unik itulah yang melanggengkan budaya Melayu pada ranah bertuah itu.

Sumbangan Riau sebelum kemerdekaan adalah aksara dan bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia yang diambil dari lingua franca yang mayoritas adalah bahasa Melayu pasar. Sumbangan itu masih terasa hingga sekarang. Justru yang jarang disebut adalah sumbangan kekayaan alam Riau yang melimpah, akibat penetrasi dan hegemoni kekuasaan kolonial Belanda, Jepang, hingga kehadiran korporasi multi nasional penghisap minyak, gas, sampai unsur hara dalam tanah bagi tanaman sawit. Semasa Orde Baru, kehadiran militer begitu terasa. Walau, sebagian besar masyarakat Riau seperti ayam mati di lumbung padi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun