Mohon tunggu...
Noer Wahid
Noer Wahid Mohon Tunggu... Penulis lepas di usia senja - Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang Sumut - Ketua Lembaga Pusaka Bangsa -

Seorang sepuh yang menikmati usia senja dengan aksara. E-mail ; nurwahid1940@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kuburkan Saja Istilah Orla dan Orba Itu

23 Desember 2017   22:13 Diperbarui: 23 Desember 2017   22:47 1437
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar; www.bukusemu.my.id

Menurut saya, Orde Baruitu tempat menyemaikan rasa kebencian saja sehingga didalam kehidupan terdapat demarkasi, terdapat garis pemisah, diantara sesama anak bangsa. KTP pun ikut pula bicara karena didalamnya tertulis orang terlibat dan tidak terlibat Peristiwa 1965.

Untuk memperkuat kedudukan Soeharto menjadi "Presiden Seumur Hidup" lalu dikemaslah sistem politik khas Orde Baru dengan menempatkan ABRI dalam DPR/DPRD tanpa ikut Pemilu. Jatahnya pun tak tanggung-tanggung yang selalu melebihi perolehan suara partai-partai politik (parpol). Mana ada suatu institusi  bisa duduk di DPR/DPRD tanpa ikut Pemilu, baru kali inilah terjadi di zaman Soeharto.  

Sementara itu semua Parpol (hanya ada tiga Parpol saja) harus ikut Pemilu tetapi  dikendalikan  dengan suatu sistemsehingga dalam setiap Pemilu Golkarselalu unggul dalam perolehan suara melebihi dari dua parpol lainnya. Akhirnya 32 tahun Soehartoberkuasa dengan dalih rakyat masih menyintai dia.

Bagaimanakan tidak dicintai, Pak Harto itu, kan, Bapak Pembantai Komunisme yang terkenal diseluruh dunia. Nampak didalam kebijakannya, mulai dari Ketetapan MPR sampai dengan semua kebijakan politiknya bernuansakan anti komunisme. Istilah Revolusi saja dilarang olehnya.  

Rakyat yang merasa "sentuhan-sentuhannya" lama kelamaan termakan juga dengan idiom-idiom politikhasil kreasi Soeharto tersebut sehingga akhirnya banyak dikalangan rakyat yang ikut-ikutan membenci Orde Lama.

Bukan hanya itu saja dendam pun ditimbulkan pada orang-orang Orde Reformasi yang telah berani menumbangkan Orde Baru. Tentu bukan oleh Soeharto tetapi oleh pengikut-pengikutnya yang setia.  

Akhirnya setiap kali terjadi pergantian Orde maka disitu timbul semacam dendam dan berakhir dengan rasa permusuhan. Akhirnya juga timbul pula istilah "musuh didalam selimut" pada suatu Orde yang sedang berkuasa. Setahu saya "musuh dalam selimut" itu tumila, tinggi atau kepinding.Ini, kok, manusia ! Hebat juga, ya, manusia bisa jadi kepinding.    

Jadi, apa yang kita rasakan sekarang ini terjadi semacam hidden rift (perpecahan tersembunyi) dikalangan bangsa Indonesia akibat adanya orde-ordeitu. Melihat kenyataan itu ada sedikit keresahan kalau sempat hal ini diketahui dan dipelajari oleh orang-orang luar.

Sekarang ini pelampiasan kemarahan dari orang-orang yang merasa tersingkirkan karena orde-nya telah dihabisi dapat kita lihat pada content-content negatifyang dimuat didalam media sosial.

Serangannya yang utama ditujukan kepada Pemerintah yang berkuasa terlebih kalau mereka melihat ada celah untuk maksudnya itu. Berganti pemerintahan tidak mengurangi semangat mereka untuk melakukan serangan tersebut karena yang demikian itu merupakan motifyang utama dari mereka yang merasa orde-nya tersingkirkan.

Memang, tidak banyak lagi tetapi orang-orang Orde Baru dahulu sangat rajin untuk mengkritisi para Penguasa walaupun terkadang dengan muatan argumen-argumen lemah dan disangsikan kebenarannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun