Mohon tunggu...
Noer Wahid
Noer Wahid Mohon Tunggu... Penulis lepas di usia senja - Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang Sumut - Ketua Lembaga Pusaka Bangsa -

Seorang sepuh yang menikmati usia senja dengan aksara. E-mail ; nurwahid1940@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hujan Meteor "Kafir-Mengkafirkan"

6 Desember 2017   21:59 Diperbarui: 7 Desember 2017   09:20 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (jalandamai.org)

Mengingat "kafir mengkafirkan" itu sesuatu yang maha dahsyat bahkan, lebih dahsyat lagi dari letusan Gunung Krakatau1883, maka sebaiknya "topiknya" itu "Hujan Meteor Kafir Mengkafirkan".

Ilustrasi (islamoderat.com)
Ilustrasi (islamoderat.com)
Kok, tidak hujan air saja, kok, yang dipinjam "hujan meteor". Pakai memakai istilah, kan, tak perlu minta izin jadi, suka-suka hati penulislah mau istilah mana yang dipakainya. Itu saja, kok, jadi masalah.

Tentu saja ada sebabnya mengapa dipakai istilah "hujan meteor" itu. Meteor itu benda angkasa dan kalau jatuh ke Bumi runyam juga dibuatnya. Korban sudah pasti ada, kelepek-kelepek mati.

Ibarat itulah dunia "kafir mengkafirkan" itu sekarang ini, yang boleh dikategorikan sebagai polutan beracunyang mematikan. Kalau polutan"kafir mengkafirkan" itu dibiarkan terus merajalela lama-lama seluruh rakyat Indonesia menjadi "kafir". Kalau sudah begitu kemana lagi minta suaka? Negara manapun tak akan mau menerima "orang kafir"menjadi warga negaranya, takut kena "kutukan".

Bertahan ? Oke, saja! Maka Indonesia menjadi negara "kafir" pertama di dunia dengan nama baru "Republik Rakyat Kafir Indonesia"yang mulai dari Kepala Negaranya sampai ke seluruh rakyatnya memakai KTP semuanya dimana disitu tertulis "Agama : Kafir Indonesia".

Dunia salut pada kita tetapi juga banyak pula yang tertawa karena "Republik Rakyat Kafir Indonesia"  tadi nggak bisa jadi anggota PBB sebab, republik yang demikian tidak ada di dalam nomenklatur negara-negara.

Yang parahnya lagi Saudi Arabia pasti melarang rakyat kafir Indonesia pergi Haji ke Mekkah. Tak boleh naik Haji, yang boleh naik onta. "Kurma" pun tak bisa lagi diimpor dan akhirnya terpaksalah diganti dengan kurma lain, "kurang makan". Dikampung saya "kurma" itu artinya "kurang makan".  

Yang sedihnya "tukang sunat", sepi langganan. "Tukang jagal" ramai pesanan. Biasanya lembu, kerbau, kambing yang dipotong kini bertambah dengan gajah, harimau, beruang, badak, buaya, dan sebagainya. Untuk pertama kali di dunia, hutan pun sepi dari hewan-hewan sehingga ekosistempun bubar.

Nah, kalau sudah begitu, sakit 'nggak ?  Maka itu jangan suka mengkafir-kafirkan orang kalau tak mau Negara kita mendapat bencana "kelaparan meteorit". Bukan itu maksudnya, maksud saya "meteorit kelaparan".           

Para sufimengatakan, "kata-kata itu adalah do'a !" Kalau kita mengatakan "kafir" pada seseorang maka ucapan itu menjadi semacam do'a. Sangat berbahaya sekali kalau sempat dikabulkan Tuhan.

Kalau sudah menggampangkan kata "kafir" tadi dalam menuding orang maupun memaki orang lain lama-lama Tuhan menakdirkan orang itu benar-benar menjadi "kafir", termasuk juga orang yang menuding atau yang memaki tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun