Sebelum terjadi Pemberontakan Silungkang ketidakadilan yang dilakukan Belanda sangat dirasakan sekali oleh rakyat di Silungkang. Pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan, rakyat setempat tidak boleh menjual berasnya ke tempat lain. Hanya boleh dijual di tempatnya sendiri dimana rakyat itu bermukim.
Belanda mengeluarkan peraturan seperti itu tetapi Belanda juga melanggarnya. Ketika amtenar-amtenar Belanda di Sawahlunto kehabisan beras mereka para amtenar itu meminta agar mendatangkan beras dari Kota Solok, yang terkenal dengan berasnya itu dan tidak jauh jaraknya dari Sawahlunto.
Sementara rakyat Silungkang kelaparan tetapi tidak boleh mendatangkan beras dari Kota Solok, yang jaraknya lebih dekat ketimbang ke Sawahlunto. Akhirnya rakyat Silungkang terpaksa menghadang kereta api yang mengangkut beras dari Kota Solok untuk kebutuhan amtenar yang ada di Kota Sawahlunto dan kemudian merampasnya.
Kejadian itu sangat menambah murka orang-orang Belanda yang ada di Sawahlunto tetapi itu adalah kesalahan orang-orang Belanda sendiri. Bagi dia boleh tetapi bagi rakyat dilarang, seakan orang Belanda "barajo dihati, basutan dimato"kata urang awak (orang Minangkabau).
Memang, Pemberontakan Silungkang cukup lama tetapi serangan pertama ke Kota Sawahlunto pada malam tanggal 1 Januari 1927 itu boleh dikatakan singkat sekali. Akhirnya para Pemberontak mengundurkan diri tetapi mereka sendiri tidak kembali ke kampungnya masing-masing, banyak diantaranya bersembunyi di hutan-hutan sekitar Sawahlunto dan Silungkang. Sebagian tertangkap oleh polisi Belanda.
Lusa harinya tanggal 3 Januari 1927 pasukan KNIL Belanda Garnizun Sawahlunto dan dibantu Marsose Belanda yang didatangkan dari Kota Padang melakukan razia. Mereka melakukan penyisiran diseluruh Kota Silungkang untuk mencari dan menangkap para Pemberontak tetapi tidak satu orangpun ada disana.  Â
Bukan main marahnya tentara Belanda lalu, pasukan Belanda melakukan aksi yang tidak terpuji. Semua warga Kota Silungkang ditangkap dan digiring ke depan Pasar Silungkang lalu, disana mereka dijemur dibawah teriknya sinar matahari sehari penuh.
Belanda melakukan tindakan itu untuk memaksa para Pemberontak keluar dari tempat persembunyiannya dan menyerahkan diri. Memang, aksiBelanda itu cukup berhasil.
Tetapi, perbuatan Belanda menjemur warga Silungkang itu sangatlah tidak manusiawi, sangat biadab, karena yang dijemur itu termasuk anak-anak kecil bahkan, diantaranya ada yang masih bayi. Wanita dan lelaki yang sudah jompo, orang-orang yang cacat, perempuan yang lagi hamil, tanpa kecuali, semuanya dijemur tanpa diberi makan dan minum.
Akibat dari kejadian itu banyaklah diantara warga tersebut yang jatuh pingsan karena kehausan. Akhirnya untuk melepaskan rasa dahaga sampai ada di antara mereka yang menjilat keringatnya sendiri.
Yang kasihan kita melihat anak-anak yang sedang kehausan. Mereke menjerit-jerit minta minum tetapi pihak tentara Belanda tidak peduli. Ada orang yang ingin memberi air minum lalu sempat ketahuan. Air minumnya dirampas dan dibuang. Berbagai tragedi yang sangat memilukan hati terjadi pada saat itu yang tidak bisa dilupakan orang.