Mohon tunggu...
Noer Wahid
Noer Wahid Mohon Tunggu... Penulis lepas di usia senja - Wakil Ketua Persatuan Perintis Kemerdekaan Indonesia Cabang Sumut - Ketua Lembaga Pusaka Bangsa -

Seorang sepuh yang menikmati usia senja dengan aksara. E-mail ; nurwahid1940@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenang Kembali Kongres Bahasa Indonesia Pertama di Medan

28 Oktober 2017   00:23 Diperbarui: 28 Oktober 2017   09:58 3444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dulunya Grand Hotel depan Lapangan Merdeka (mapio.net)

Lalu, dia mengatakan kepada ayah saya bahwa saya dinilainya punya kemampuan menjadi penulis di kemudian hari. Penilaiannya itu tidak membuat saya sombong, malah saya terus berlatih membuat tulisan-tulisan berbagai macam ungkapan yang masih bisa saya tulis pada saat itu. Sayangnya tulisan-tulisan saya itu tidak pernah dipublikasikan.

Sebaiknya kita tinggalkan saja dahulu pertemuan saya dengan tokoh Pengarang Besar Balai Pustaka, N. St. Iskandar, yang memang bagi saya akhirnya beliau itu menjadi stimulator buat saya untuk terus berkarya. Akhirnya Kongres Bahasa Indonesia Pertama di Medan itu banyak memberi kesan dan inspirasi bukan hanya kepada tokoh-tokoh Bahasa dan tokoh-tokoh Penulis saja tetapi juga pada masyarakat Kota Medan, terutama generasi mudanya.

Banyak dari kalangan generasi mudanya melahirkan penulis-penulis baru walau untuk mengembangkan bakatnya masih belum mendapat tempat yang selayaknya. Tetapi, kita sudah merasa puas karena mereka itulah bibit-bibit penerus. Hanya dalam perjalanan Bahasa Indonesia itu sampai kepada masa sekarang ini banyak mengalami penyimpangan-penyimpangan sedikit banyaknya.

Bahasa Indonesia itu sekarang ini susah dibedakan mana yang masih baku dan mana pula yang sudah terseret ke alam selera pelaku-pelakunya. Akhirnya harus diakui Bahasa Indonesia itu tidak lagi terpelihara saat ini.

Sering kita lihat di sinetron-sinetron ucapan-ucapan yang sudah keluar dari Bahasa Indonesia baku. Sebagai contoh, mandiin seharusnya mandikan, begitu pula pasangin seharusnya pasangkan, jauhin seharusnya jauhkan.

Banyak lagi contoh-contoh lainnya, terutama beberapa istilah, yang kalau dicermati istilah-istilah itu tidak sesuai dengan standard istilah dalam Bahasa Indonesia. Disini kita tidak memberikan contoh karena nanti akan menambah panjang uraian kita tentang Kongres Bahasa Indonesia ini.

Setelah di Medan dilakukan lagi Kongres Bahasa Indonesia, entah berapa kali saya sendiri kurang ingat. Namun, untuk mereview itu semua, menurut saya, rasanya perlu sekali lagi Kongres Bahasa Indonesia itu dilaksanakan di Medan.

Bukan hanya mengingat bahwa di Kota Medan itu pernah dilaksanakan Kongres Bahasa Indonesia saja tetapi juga untuk menyampaikan appeal kepada seluruh bangsa Indonesia untuk mengikuti jejak masyarakat Kota Medan yang sampai sekarang ini masih konsisten menggunakan bahasa Indonesia itu secara baku. Boleh jadi juga dengan diadakannya Kongres Bahasa Indonesia itu sekali lagi di Kota Medan akan membawa suasana baru pada perkembangan Sastera Indonesia yang belakangan ini kita melihat sedang mengalami pasang surutnya.

Bukan kita tidak mengakui bahwa kini banyak lahir penulis-penulis baru tetapi yang masih memprihatinkan kita kebanyakannya dari penulis-penulis baru itu bersarang didalam kancah sastera populer, bukannya sastera literasi.Maka dengan demikian nama-nama penulis baru itu tidak bisa bertahan lama, satu waktu mereka hilang dari peredaran.

Kita ingin membangun sekali lagi sastera literasi sebagaimana halnya dahulu dengan Angkatan Pujangga Baru, Angkatan Pujangga '45, dan sebagainya. Kini impian seperti itu sepertinya tidak terlintas lagi didalam pikiran. Kita rindukan yang demikian karena cintanya kita kepada Bahasa Indonesia yang dalam kedudukannya sekarang ini sebagai bahasa persatuan.Kita ingin sekali lagi membangun Sastera Indonesia yang literasi, semua literaturnya menjadi bahan perbincangan dan bahan kajian.

Mungkinkah itu?  Semua terpulang kepada bangsa Indonesia itu sendiri, terutama generasi mudanya sekarang ini, yang memegang masa depan bangsa. Bangkitnya Sastera Indonesia itu berarti bangkitnya peradaban di Indonesia.***           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun