Semenjak zaman Orde Baru (Orba) Trisakti ajaran Soekarno memang sudah dilupakan. Kini tinggal namanya saja lagi, apa isinya sudah tidak diingat lagi. Biarlah Trisakti itu terkubur dalam sejarah, tak perlu diungkit-ungkit kembali.
Yang seperti itulah yang disenangi oleh kaum neo kapitalisme bersama semua koleganya. Kesenangan itu berbuah hasil, sedikit demi sedikit dikuraslah kekayaan alam Indonesia dan rakyat harus puas jadi penonton. Bukan kebodohan rakyat, kekuasaanlah yang membuatnya begitu.
Kekuasaan Orba yang ambivalen sampai kepada kekuasaan Orde Reformasi yang selalu cenderung kehilangan format, semuanya melupakan bahwa rumusan dari Trisakti ajaran Soekarno itu ada didalam Pancasila. Sekilas orang tak percaya karena selama ini tak pernah menggalinya.
Kalau Anda tak percaya, mulailah kita menggalinya sekarang ini. Trisakti ajaran Soekarno itu hanya terdiri dari tiga butir kalimat sakti yang disampaikan Soekarno beberapa puluh tahun yang lalu.
Kalimat sakti pertama berbunyi "Berdaulat dibidang politik". Kalimat sakti kedua berbunyi "Berdiri di atas kaki sendiri (Berdikari)" adalah kalimat sakti sebagai prinsip dalam ekonomi. Kalimat sakti ketiga berbunyi "Berkepribadian dibidang  kebudayaan". Masa kini ketiga kalimat sakti itu tidak ampuh lagi.
Sekilas disana tidak terlihat unsur-unsur Pancasila ada didalamnya. Atau dengan kata lain, selama ini tidak pernah terbayang bahwa kalimat-kalimat sakti itu masih dapat dirumuskan dari sila-sila Pancasila.
Sepintas orang tak percaya, memang orang tak mau percaya, karena otaknya tak sanggup percaya akan hal-hal seperti itu. Orang lebih cenderung percaya pada dollar atau petro dollar ketimbang advis dan advertensi ideologis. Selama ini statistik kekayaan lebih diminati ketimbang statistik etika berideologi.
Kalau ditanya, semua orang tahu bahwa Pancasila itu terdiri dari lima sila tetapi kalau ditanya bagaimana bunyi kalimat dari sila-sila itu maka disana ditemukanlah suatu panorama warga negara yang tidak konsekuen dengan ideologinya sendiri. Disamping salah baca, banyak pula yang tidak hafal.
Etika berideologi lemah sekali dan begitulah dengan masyarakat kita sekarang ini. Lebih rajin megang HP, nonton sinetron, dangdutan, mengunggah emosidi internet (media sosial), ketimbang merenungkan Pancasila itu barang satu menit.
Kalau sudah begitu, bagaimana rakyat mau maju. Kemajuan itu seimbang antara kemajuan materi dan kemajuan spiritual. Begitulah yang diajarkan dan yang dituntut oleh Pancasila.
Dahulu sewaktu Bung Karno menyampaikan pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 didepan sidang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara lain beliau berkata :