Natal setahun lalu
Senyumanmu menyapaku di pagi yang cerah. Walaupun secerah-cerahnya langit pagi ini, tak bisa menandingi ekspresi kecerahan hatiku saat melihatmu. Tapi hari ini beda. Seakan ada matahari kembar yang menyapaku, matahari yang ada dimatamu dan matahari yang ada dilangit pada 25 Desember ini. Natal yang istimewa. Untuk pertama kalinya, rumahku tidak hanya penuh dengan hiasan berwarna merah, pohon natal, dan kado natal yang itu-itu saja. Hari ini memang istimewa.
Teramat istimewa ketika ada seorang gadis berjilbab putih mengetuk pintu rumahku. Gadis yang sudah ada di hatiku tak kurang dari enam bulan lamaya. Fatimah. Gadis pemalu, anak seorang tokoh agama ternama di kompleks sebelah. Aku sangat mencintai Fatimah, Aku juga sangat mencintai keluarga Fatimah, tapi yang kutahu Ayah Fatimah tak pernah merasa nyaman jika Fatimah terlalu dekat denganku. Mungkin hari ini, Ayahnya tidak tahu Fatimah akan ke rumahku. Dia datang untuk melengkapi kebahagian Natal ku. Bukan santa Klaus, tapi seorang Gadis Berjilbab Putih.
" Selamat Natal ya, mau kado dari Santa Klaus Berjilbab Putih  gak?. Semalam aku nulis puisi buat kamu nich "
Puisi. Fatimah sering menulis puisi untukku. Puisi yang bagiku cuma serangkaian kata-kata yang tidak pernah aku pahami. Aku suka Fatimah menulis puisi untukku, tapi aku tidak pernah suka puisi. Seperti halnya, Aku suka melihat orang melukis, tapi aku tak suka lukisan.
"Eh,,,kok bengong sih,,,mau dengerin puisiku gak?,,"
Santa Klaus Berjilbab Putih
Aku ingin menjadi Santa Klaus mu, datang dimimpimu di malam Natalmu
Aku ingin menjadi Santa Klaus mu, memberi kado istimewa untukmu
Aku ingin menjadi Santa Klaus mu, menghiasi hatimu dengan warnaku
Aku ingin menjadi Santa Klaus mu, mencintaimu secara tak terduga
Aku ingin menjadi Santa Klaus mu, tersenyum untukmu selalu
Aku ingin menjadi Santa Klaus mu, tapi aku Wanita dari dunia seberang
Aku ingin menjadi Santa Klaus mu, tapi aku Berjilbab putih
Aku ingin menjadi Santa Klaus mu, tapi aku tak  percaya Santa Klaus
Aku ingin menjadi Santa Klaus mu, Santa Klaus Berjilbab Putih.
Hari ini. Natal. 25 Desember 2010
Senyumanmu tak lagi menyapaku di pagi yang mendung ini. Sebentar lagi mungkin turun hujan. Hari ini, hari Natal, hari yang pastinya menjadi hari yang sepesial, tapi tidak istimewa. Di kepala orang yang lain mungkin mereka ingat Yesus Kristus, tapi di kepalaku terus kepikiran nama gadisku : Fatimah.
Semalam Fatimah meneleponku. Tapi bukan lagi puisi yang ku dengar.
" Ayahku sudah tahu hubungan kita,,,dia tidak setuju. Kamu kan tahu kondisi jantung Ayah ku kurang sehat. Aku tak mau terjadi apa-apa sama Ayah. Aku gak mau mengecewakan dia. Please, ngertiin aku. Aku sayang kamu, tapi mungkin aku bukan Santa Klausmu."
Aku mengerti posisi Fatimah. Tapi logika hatiku teramat rumit, dan tak bisa di hibur dengan logika di kepalaku. Aku masih berharap melihat senyumannya di hari yang mendung ini. Hanya senyumannya, Â meskipun sebentar saja. Aku ingin melihat Santa Klaus Berjilbab Putih, berjalan diantara Santa Klaus yang berkontum serba merah. Aku ingin melihat Fatimah, biarpun hanya dari jendela kamarku.
Ku pandangi jendela kamarku, yang terlihat hanya pohon Natal di halaman rumah, yang mulai di guyur air hujan. Dari  jendela, Aku melihat Fatimah berjalan diantara guyuran air hujan. Aku melihat senyumannya yang manja. Aku melihat senyumannya, aku melihatnya dari jendela hatiku. Jendela hati yang akan selalu ku buka, agar aku bisa terus melihat Fatimah, Santa Klausku yang  Berjilbab Putih.
Ku tutup jendela kamarku, Ku tahu Fatimah tak akan datang hari ini. Natai ini. Natal Tanpamu.
Aku ingin engkau menjadi Santa Klaus ku, Santa Klaus Berjilbab Putih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H