Mohon tunggu...
Muhammad Abdul Wahid
Muhammad Abdul Wahid Mohon Tunggu... Guru - Guru & Desainer Grafis

Mantan budak Idealis yang masih dalam tahap belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Puisi Bersajak; Ekspresi Negeri (Saat Ini)

1 Desember 2016   07:05 Diperbarui: 1 Desember 2016   16:35 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di malam sunyi tanpa secangkir kopi

Aku memaksakan diri

Menulis catatan-catatan kecil hasil mengaji

Menceritakan gonjang-ganjing NKRI

 

Bingung sebenarnya mau kumulai dari mana

Faktanya problematika yang hadir bukan hanya satu dua

Melainkan tiga empat lima dan seterusnya

Dalam hati bertanya, mampukah kita mengatasi semuanya

 

Lelah Founding Father pembangun negeri ini

Terbayar murah dengan ego yang selalu tersaji

Tidakkah kau lihat ada sebuah solusi

Jika pikirmu tidak, negara asing tentu akan semakin ‘menari-nari’

 

Masalah memang akan selalu datang

Tapi jangan terlalu gegabah menanggapi

Bukan tentang siapa yang salah, siapa yang benar

Semua hanyalah tentang saling menghormati

 

Isu SARA bukanlah isu yang baru

Faktanya dari dulu kamu dan aku sulit bersatu

Mungkinkah takdir akan selalu begitu

Oh, ketahuilah Tuhan mustahil sejahat itu

 

Musim hujan tak melulu tentang tidur

Masihkah apatis kita melihat bangsa ini semakin tak akur

Jika pilihanmu masih saja mendengkur

Ketika kau bangun jangan sesalkan jika negerimu sudah hancur

 

Tujuh puluh satu tahun bangsa ini merdeka

Tujuh puluh tahun pula negara ini bebas penjajah

Lantas apa maknanya merdeka

Jika kedamaian selalu diusik oleh kaum berjubah

 

Di bawah terik, Merah Putih berkibar begitu kuat

Persatuan rakyat tidak bisa diobok-obok dengan adanya sekat-sekat

Apakah karena doktrinasi kental kaum Timur dan Barat

Atau justru akibat intervensi roh jahat

 

Lahirnya pancasila penuh tirakat dan perjuangan yang lama

Berisikan roh hidup dan filosofi bangsa

Jika dari padang pasir kau datang dan menghinanya menjadi pancagila

Semakin jelas kan, yang gila itu siapa

 

Sabang sampai Merauke anggaplah dekat

Ia tak sejauh kutub utara dengan kutub selatan

Jika masih saja kau jadikan bangsa ini dengan adanya sekat

Sama halnya kau merencanakan pertikaian

 

Belajar boleh di mana-mana

Sampai Cina pun tak mengapa kata Baginda

Dengan niat Lillahi Ta'ala

Tolong, yang dibawa pulang nanti ilmunya bukan budayanya

 

Pepatah mengatakan "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh"

Kalimat tersebut tentu lahir dari seorang sesepuh

Bukan karena filosofi negeri ini yang dianggapnya cepat rapuh

Namun karena ia percaya bahwa bangsa ini adalah bangsa yang ampuh

 

Jika masih saja kau anggap gonjing-ganjing ini akibat ulah Maestro DKI

Sudahkah kita kembali mengklarifikasi

Paling tidak upaya muhasabah diri

Sebagai langkah awal wujud  toleransi

 

Sedih ku melihat media-media dibanjiri kabar negatif

Tidak adakah kabar yang lebih arif

Merevisinya dengan kata-kata persuasif

Mengajak orang lain berbuat yang lebih positif

 

Jika tren positif yang lebih sering lahir

Saya yakin bangsa ini akan semakin mahir

Bukan hanya mahir meniti karir dan menulis syair

Namun juga tidak mudah termakan isu oleh kelompok amatir

 

Mari wujudkan kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan

Jangan ada lagi pertikaian, permusuhan, dan saling serang

Dengan harapan Indonesia mampu menjadi pedoman

Pedoman persatuan, hingga negara asing berdiri kagum dan berbelok arah menjadi bertepuk tangan

 

Ketahuilah, saya bukan anak pejabat

Juga bukan putra konglomerat

Saya berharap tulisan ini tidak diasumsikan sebagai upaya provokasi umat

Tulisan ini hanya sebatas keresahan yang tiba-tiba tertulis begitu saja akibat problematika sesaat

 

 

Terimakasih Bat

Semoga uneg-uneg ini bermanfaat

Ngaliyan, pukul 01:01 Waktu Indonesia bagian Barat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun