Di malam sunyi tanpa secangkir kopi
Aku memaksakan diri
Menulis catatan-catatan kecil hasil mengaji
Menceritakan gonjang-ganjing NKRI
Â
Bingung sebenarnya mau kumulai dari mana
Faktanya problematika yang hadir bukan hanya satu dua
Melainkan tiga empat lima dan seterusnya
Dalam hati bertanya, mampukah kita mengatasi semuanya
Â
Lelah Founding Father pembangun negeri ini
Terbayar murah dengan ego yang selalu tersaji
Tidakkah kau lihat ada sebuah solusi
Jika pikirmu tidak, negara asing tentu akan semakin ‘menari-nari’
Â
Masalah memang akan selalu datang
Tapi jangan terlalu gegabah menanggapi
Bukan tentang siapa yang salah, siapa yang benar
Semua hanyalah tentang saling menghormati
Â
Isu SARA bukanlah isu yang baru
Faktanya dari dulu kamu dan aku sulit bersatu
Mungkinkah takdir akan selalu begitu
Oh, ketahuilah Tuhan mustahil sejahat itu
Â
Musim hujan tak melulu tentang tidur
Masihkah apatis kita melihat bangsa ini semakin tak akur
Jika pilihanmu masih saja mendengkur
Ketika kau bangun jangan sesalkan jika negerimu sudah hancur
Â
Tujuh puluh satu tahun bangsa ini merdeka
Tujuh puluh tahun pula negara ini bebas penjajah
Lantas apa maknanya merdeka
Jika kedamaian selalu diusik oleh kaum berjubah
Â
Di bawah terik, Merah Putih berkibar begitu kuat
Persatuan rakyat tidak bisa diobok-obok dengan adanya sekat-sekat
Apakah karena doktrinasi kental kaum Timur dan Barat
Atau justru akibat intervensi roh jahat
Â
Lahirnya pancasila penuh tirakat dan perjuangan yang lama
Berisikan roh hidup dan filosofi bangsa
Jika dari padang pasir kau datang dan menghinanya menjadi pancagila
Semakin jelas kan, yang gila itu siapa
Â
Sabang sampai Merauke anggaplah dekat
Ia tak sejauh kutub utara dengan kutub selatan
Jika masih saja kau jadikan bangsa ini dengan adanya sekat
Sama halnya kau merencanakan pertikaian
Â
Belajar boleh di mana-mana
Sampai Cina pun tak mengapa kata Baginda
Dengan niat Lillahi Ta'ala
Tolong, yang dibawa pulang nanti ilmunya bukan budayanya
Â
Pepatah mengatakan "bersatu kita teguh bercerai kita runtuh"
Kalimat tersebut tentu lahir dari seorang sesepuh
Bukan karena filosofi negeri ini yang dianggapnya cepat rapuh
Namun karena ia percaya bahwa bangsa ini adalah bangsa yang ampuh
Â
Jika masih saja kau anggap gonjing-ganjing ini akibat ulah Maestro DKI
Sudahkah kita kembali mengklarifikasi
Paling tidak upaya muhasabah diri
Sebagai langkah awal wujud  toleransi
Â
Sedih ku melihat media-media dibanjiri kabar negatif
Tidak adakah kabar yang lebih arif
Merevisinya dengan kata-kata persuasif
Mengajak orang lain berbuat yang lebih positif
Â
Jika tren positif yang lebih sering lahir
Saya yakin bangsa ini akan semakin mahir
Bukan hanya mahir meniti karir dan menulis syair
Namun juga tidak mudah termakan isu oleh kelompok amatir
Â
Mari wujudkan kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan
Jangan ada lagi pertikaian, permusuhan, dan saling serang
Dengan harapan Indonesia mampu menjadi pedoman
Pedoman persatuan, hingga negara asing berdiri kagum dan berbelok arah menjadi bertepuk tangan
Â
Ketahuilah, saya bukan anak pejabat
Juga bukan putra konglomerat
Saya berharap tulisan ini tidak diasumsikan sebagai upaya provokasi umat
Tulisan ini hanya sebatas keresahan yang tiba-tiba tertulis begitu saja akibat problematika sesaat
Â
Â
Terimakasih Bat
Semoga uneg-uneg ini bermanfaat
Ngaliyan, pukul 01:01 Waktu Indonesia bagian Barat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H