Mohon tunggu...
Wahdi Ar
Wahdi Ar Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Penikmat Kretek yang bisa baca tulis

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Rektor Oligarki dalam Kampus: Fenomena Kekuasaan yang Membatasi Kebebasan Akademik

30 Desember 2024   10:37 Diperbarui: 30 Desember 2024   09:41 387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Di dunia pendidikan tinggi, peran rektor sangatlah penting karena mereka bertanggung jawab atas arah kebijakan dan perkembangan institusi pendidikan. 

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada kekhawatiran mengenai munculnya praktik oligarki dalam perguruan tinggi, khususnya dalam kepemimpinan rektor.

Fenomena ini mencerminkan dominasi kelompok kecil yang memiliki kekuasaan lebih besar dalam menentukan kebijakan dan keputusan strategis di kampus.

Rektor oligarki ini seringkali membentuk jaringan kekuasaan dengan sekelompok orang yang memiliki kepentingan dan kekuatan tertentu, yang dapat merugikan kebebasan akademik dan kemajuan pendidikan.

Oligarki dalam Pendidikan Tinggi

Oligarki, secara umum, adalah sistem pemerintahan di mana kekuasaan dikuasai oleh sekelompok kecil individu yang memiliki kendali besar atas keputusan-keputusan penting.

Dalam konteks kampus, fenomena ini terjadi ketika kekuasaan di perguruan tinggi dikuasai oleh sekelompok orang yang saling terhubung, baik melalui hubungan personal, politik, maupun ekonomi.

Kelompok ini sering kali memiliki akses yang lebih besar terhadap sumber daya dan posisi strategis dalam kampus, sehingga dapat mengarahkan kebijakan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Dalam dunia pendidikan tinggi, oligarki dapat terlihat dalam berbagai bentuk. Salah satunya adalah ketika jabatan rektor atau pimpinan kampus dikuasai oleh individu-individu yang berasal dari latar belakang yang serupa, seperti koneksi politik, bisnis tertentu dan Keluarga atau kerabat.

Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan dalam pengambilan keputusan dan merugikan mahasiswa, dosen, serta pihak-pihak yang tidak memiliki koneksi atau akses terhadap kelompok tersebut.

Dampak Oligarki pada Kebebasan Akademik

Salah satu dampak paling nyata dari adanya rektor oligarki dalam kampus adalah terancamnya kebebasan akademik.

Kebebasan akademik merupakan nilai dasar yang mendasari institusi pendidikan tinggi, yang memungkinkan para akademisi dan mahasiswa untuk mengembangkan pemikiran kritis, melakukan penelitian yang objektif, serta menyampaikan pendapat tanpa takut dibatasi oleh tekanan eksternal.

Namun, dalam situasi di mana kekuasaan terkonsentrasi pada sekelompok kecil individu yang memiliki kepentingan tertentu, kebebasan akademik dapat dengan mudah tergerus.

Rektor yang berkuasa dalam sistem oligarki cenderung membuat kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya, bukan berdasarkan prinsip akademik yang objektif. 

Misalnya, keputusan terkait anggaran penelitian atau alokasi dana kampus dapat dipengaruhi oleh siapa yang memiliki hubungan dekat dengan pengambil keputusan.

Sebagai akibatnya, banyak ide dan inisiatif yang dapat dipandang kontroversial atau berbeda dari pandangan kelompok dominan akan terkendala atau bahkan dibungkam.

Lebih jauh lagi, para dosen yang seharusnya bebas untuk mengeksplorasi berbagai ide dan pemikiran baru dapat merasa tertekan untuk mengarahkan penelitian mereka ke arah yang lebih sesuai dengan kepentingan kelompok tertentu.

Jika kebebasan akademik tergerus, maka kualitas penelitian dan pengajaran di kampus bisa terpengaruh. Hal ini tentu berbahaya bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan penciptaan lingkungan pendidikan yang inovatif.

Penyalahgunaan Kekuasaan dalam Struktur Organisasi Kampus

Praktik oligarki tidak hanya mempengaruhi kebebasan akademik, tetapi juga dapat merusak struktur organisasi kampus secara keseluruhan. Rektor yang beroperasi dalam sistem oligarki cenderung memperkuat dan mempertahankan kekuasaan dengan membangun jaringan loyalitas di dalam kampus.

Ini sering kali melibatkan penunjukan pejabat atau dekan-dekan yang hanya memiliki kesamaan visi atau kepentingan dengan mereka, bukan berdasarkan kompetensi atau kualifikasi yang objektif.

Akibatnya, proses perekrutan dan promosi di kampus menjadi tidak transparan. Orang-orang yang memiliki kedekatan dengan kelompok penguasa lebih sering mendapatkan posisi penting, meskipun mereka mungkin tidak memiliki kualifikasi atau pengalaman yang memadai. Ini akan merugikan para akademisi dan staf yang lebih kompeten namun tidak memiliki akses ke jaringan kekuasaan. 

Ketimpangan ini bisa menciptakan lingkungan kerja yang tidak sehat, di mana para pekerja merasa kurang dihargai dan tidak termotivasi untuk memberikan yang terbaik bagi kampus.

Selain itu, keputusan-keputusan yang diambil oleh rektor oligarki sering kali tidak mencerminkan kebutuhan sebenarnya dari mahasiswa dan dosen. 

Misalnya, kebijakan tentang biaya kuliah, penerimaan mahasiswa baru, atau pengalokasian dana riset bisa lebih dipengaruhi oleh kepentingan kelompok penguasa daripada oleh kebutuhan akademik atau kemajuan institusi.

Tantangan dalam Mengatasi Oligarki di Kampus

Mengatasi fenomena oligarki dalam kampus bukanlah tugas yang mudah. Seringkali, para rektor atau pimpinan kampus yang berada dalam posisi ini memiliki kekuasaan politik atau ekonomi yang besar, yang membuat mereka sulit diawasi atau dikritik. 

Selain itu, struktur organisasi kampus yang hierarkis dan birokratis seringkali memperkuat dominasi mereka, membuat proses pengambilan keputusan lebih tertutup dan sulit diakses oleh publik.

Namun, ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi dampak oligarki dalam kampus. Salah satunya adalah dengan meningkatkan transparansi dalam pengambilan keputusan.

Proses seleksi rektor dan pejabat kampus harus dilakukan secara terbuka dan melibatkan berbagai pihak, termasuk dosen, mahasiswa, dan masyarakat. 

Selain itu, penting untuk memastikan bahwa anggaran dan kebijakan yang dibuat oleh pimpinan kampus dapat dipertanggungjawabkan secara jelas dan terbuka kepada publik.

Langkah lainnya adalah dengan memperkuat partisipasi demokratis di dalam kampus. Mahasiswa dan dosen harus diberikan ruang untuk menyuarakan pendapat dan aspirasi mereka mengenai kebijakan kampus.

Forum diskusi yang terbuka dan inklusif bisa menjadi salah satu cara untuk memastikan bahwa semua pihak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan.

Rektor oligarki dalam kampus menciptakan struktur kekuasaan yang dapat mengancam kebebasan akademik dan merusak prinsip-prinsip demokrasi dalam pendidikan tinggi.

Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya menciptakan sistem yang lebih transparan dan partisipatif dalam pengelolaan perguruan tinggi. 

Agar pendidikan tinggi dapat berkembang secara sehat dan menghasilkan inovasi, penting bagi kita untuk memastikan bahwa kekuasaan di kampus tidak terkonsentrasi pada segelintir orang, tetapi terbuka bagi kontribusi dari semua pihak yang terlibat.

Hanya dengan cara ini, kita dapat mencapai pendidikan yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun