Di desa, warga bergotong royong. Para bapak mengumpulkan bahan bangunan bekas yang masih layak pakai. Ibu-ibu memasak makanan untuk dijual di pasar, hasilnya mereka kumpulkan untuk dana renovasi. Anak-anak, meski kecil, ikut membantu dengan menyapu halaman sekolah atau membawa kayu.
Namun, usaha itu tidak selalu mulus. Ada kalanya Raya merasa putus asa. Donasi yang ia harapkan tak kunjung datang, sementara hujan terus mengguyur desa. Suatu malam, ia duduk sendirian di depan rumah, merasakan angin dingin yang menusuk kulit.
"Kenapa sulit sekali, ya?" gumamnya, menatap gelapnya malam. Tapi ia segera teringat wajah Ayu dan anak-anak lain yang begitu ceria meski dalam keterbatasan. Itu cukup untuk membangkitkan semangatnya lagi.
Bulan berganti, dan akhirnya hasil mulai terlihat. Donasi dari kota mulai mengalir, meski jumlahnya tidak besar. Dengan dana itu, mereka membeli seng baru untuk atap, kayu, dan cat untuk merenovasi sekolah.
Hari perbaikan tiba, menjadi momen bersejarah bagi Desa Sukomulyo. Semua warga berkumpul di sekolah. Para bapak memanjat atap, memasang seng baru dengan hati-hati. Para ibu mengecat dinding yang sebelumnya kusam. Anak-anak membantu membersihkan halaman, mengangkat semangat semua orang dengan tawa mereka.
"Satu, dua, tiga! Angkat!" teriak seorang warga saat mereka memasang rangka atap terakhir. Sorak-sorai menggema ketika pekerjaan itu selesai.
Melihat bangunan sekolah yang kini berdiri kokoh, Raya tidak bisa menahan air matanya. Sekolah itu memang masih sederhana, tetapi kini menjadi tempat yang layak untuk anak-anak belajar.
Hari pertama sekolah setelah renovasi menjadi hari penuh kebahagiaan. Anak-anak berlarian di halaman, memeriksa kelas baru mereka dengan mata berbinar-binar. Ayu dan teman-temannya tak henti-henti mengucapkan terima kasih kepada Raya.
Raya berdiri di depan kelas, memandang murid-muridnya dengan penuh rasa syukur. "Anak-anak, sekolah ini adalah hasil kerja keras kita semua. Kalian harus belajar dengan giat. Pendidikan adalah kunci untuk masa depan kalian."
"Siap, Bu Guru!" seru mereka serempak.
Di balik senyumannya, Raya tahu perjalanan ini belum selesai. Masih banyak yang harus ia lakukan untuk desa kecil ini. Namun, ia percaya, perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil. Desa Sukomulyo kini bukan hanya tempat tugas, tetapi juga rumah kedua di mana ia menemukan harapan dan arti pengabdian yang sejati.