Sungguh aneh, sebenarnya Aku ingin bersikap tidak peduli dan mengganggap hal tersebut hanya angin lalu lalang, tetapi Grace benar-benar mengacuhkanku, bahkan saat jam pelajaran berlangsung.
5 jamku habis hanya untuk memikirkan sikap Grace yang aneh. Setiap kali Aku menghampiri dia, Aku selalu dibiarkan, dan dijauhi olehnya. Hal itu membuatku kesal sekaligus sedih. Rasanya hidupku menjadi hambar kembali. Harapanku saat ini adalah agar Anton bisa mendengar keluh kesahku. Lantas, begitu bel pulang sekolah berbunyi, Aku langsung menggendong ranselku dan berlari sekencang-kencangnya menuju taman. Langkah demi langkah kulalui, napasku terasa berat, pikiranku kacau, dan hatiku bertumpu pada harapan. Taman sudah terlihat di depan mata. Namun, langkah cepatku berubah menjadi langkah pelan. Tatapanku kosong. Aku mendapati benar-benar tidak ada orang disana. Padahal Anton senantiasa menunggu kedatanganku dan Grace ditiap harinya. Aku benar-benar tidak percaya. Pikiranku kalut dalam kebingungan dan kesedihan. Aku berjalan perlahan menuju bangku tempat kami berbincang tiap harinya. Disana aku langkahku berhenti. Tulisan 'F' yang dibuat oleh Anton hilang dicoret oleh seseorang. Di sebelahnya terdapat jejak kaki. Aku menaruh kaki kananku di sebelah jejak kaki tersebut. Aku benar-benar tidak bisa berkata apa-apa. Ukurannya sama seperti sepatuku. Bukankah itu ukuran anak seusiaku? Itu pasti Grace dan Anton yang tidak mau berteman denganku lagi. Aku menangis dan kembali ke rumah nenek.Mulai dari waktu asar hingga waktu isya, Aku mengurung diriku dalam kamar. Aku suka sekali berteman, rasanya menyenangkan. Aku jadi tidak mau mati kalau ada teman. Aku juga bukan orang yang tidak baik sehingga tidak bisa dijadikan teman. Aku menangisi kepergian temanku. Aneh sungguh aneh sekali diriku ini. Pikiranku kosong, badanku lemas, dadaku sakit sekali, dan rasanya memuakkan.
Pada jam 10 malam, Aku sudah mengeringkan air mataku. Kini aku hanya butuh udara segar. Pintu kamar kubuka perlahan dan kuambil kunci rumahku. Aku menyelinap keluar rumah. Langkah kecilku kuusahakan senyap agar nenek tidak tahu Aku pergi sebentar. Setelah kunci kuputar, pintu terbuka, dan Aku segera berlari menuju taman.
Sesampainya di sana, Aku duduk di bangku kesayanganku. Menatap terangnya bulan purnama, berusaha melepaskan segala beban di hatiku. Rasanya aku ingin mengakhiri hidup ini saja, orang yang Aku sayangi semua sirna. Aku memejamkan mataku sekilas. Namun, ada yang aneh. Tiba-Tiba mulutku ditutup oleh sapu tangan wangi dan membuat kesadaranku menghilang.
Rasanya seperti mimpi, Aku tertidur nyenyak, dan tidak bisa bangun lagi.
Mataku terbuka seiring dengan ocehan orang di sekitarku. Butuh waktu supaya Aku sadar, tetapi sepertinya itu bukan waktu yang lama. Aku melihat sekelilingku gelap. Aku terkejut, apakah ini mimpi yang menjadi kenyataan? Karena ada Anton dam Grace di sebelahku. Aku merasa jijik, tetapi juga senang. Pada jam 10 malam, Aku sudah mengeringkan air mataku. Kini aku hanya butuh udara segar. Pintu kamar kubuka perlahan dan kuambil kunci rumahku. Aku menyelinap keluar rumah. Langkah kecilku kuusahakan senyap agar nenek tidak tahu Aku pergi sebentar. Setelah kunci kuputar, pintu terbuka, dan Aku segera berlari menuju taman.
Sesampainya di sana, Aku duduk di bangku kesayanganku. Menatap terangnya bulan purnama, berusaha melepaskan segala beban di hatiku. Rasanya aku ingin mengakhiri hidup ini saja, orang yang Aku sayangi semua sirna. Aku memejamkan mataku sekilas. Namun, ada yang aneh. Tiba-Tiba mulutku ditutup oleh sapu tangan wangi dan membuat kesadaranku menghilang.
Rasanya seperti mimpi, Aku tertidur nyenyak, dan tidak bisa bangun lagi.
Mataku terbuka seiring dengan ocehan orang di sekitarku. Butuh waktu supaya Aku sadar, tetapi sepertinya itu bukan waktu yang lama. Aku melihat sekelilingku gelap. Aku terkejut, apakah ini mimpi yang menjadi kenyataan? Karena ada Anton dam Grace di sebelahku. Aku merasa jijik, tetapi juga senang."Shh, jangan bercakap Setya! Kita bertiga dalam bahaya!" Ucap Anton. "Aku benar-benar takut sekali Anton," ucap Grace dengan tangis di matanya. Sepertinya aku diculik oleh orang-orang yang tidak menyukai anak tanpa orang tua. Aku segera bangkit dan mencari jalan keluar. Miris, bahkan pencuri tidak berani mengikat tangan kami. Aku meraih tangan kedua temanku dan mulai mencari jalan keluar. Sudut ruangan kami selidiki satu persatu. Rasanya benar-benar tidak ada jalan keluar disini. Di tengah-tengah pencarian kami ada sekilas cahaya yang diarahkan kepada kami. Panik, takut, dan kehilangan akal adalah reaksi kami bertiga. Sampai ada suara "Grace! Mau kemana kamu?" Tanya seorang pria tua. "Grace apakah kamu mengenalnya?" Tanyaku. "Kita sebaiknya segera keluar dari sini! Ayolahh ini bukan waktunya berbincang!" Balas Setya. Pria tua itu mulai mendekati kita hingga kelihatan sedikit mukanya. Tiba-Tiba Grace berucap "Tunggu! Aku kenal dia." Aku heran, bagaimana bisa Grace mengenali seorang penculik anak? Grace kemudian mendekati pria tua tersebut. Mereka sepertinya berbincang mengenai suatu hal. Aku dan Anton hanya busa terdiam sembari menunjukkan muka ketakutan.
Mungkin sudah 10 menit kami menunggu? Kakiku sudah pegal berdiri. Aku sedikit menguping (walaupun ini adalah hal yang tercela). Aku mendapatkan kesimpulan terkait kondisi ini:
1. Pria tua itu adalah saudara jauh Grace (setidaknya itu yang Aku dengar);
2. Grace bukan anak biasa, dia kaya, tetapi kabur dari rumah;
3. Aku dan Anton dituduh sebagai orang yang membuat Grace kabur dari rumah.