Komponen penting dari hubungan politik-ekonomi internasional adalah nilai tukar mata uang. Stabilitas nilai mata uang sangat penting untuk mencapai surplus perdagangan internasional yang stabil karena fluktuasi nilai mata uang memainkan peran penting dalam perdagangan internasional. Ada dua sistem yang digunakan untuk menetapkan nilai kurs mata uang, yaitu sistem nilai tukar tetap atau dikenal juga dengan fixed exchange rate dan sistem nilai tukar mengambang atau dikenal juga sebagai floating exchange rate.
Pemilihan nilai tukar tetap menggambarkan usaha negara untuk melakukan proteksi terhadap ekonomi nasionalnya. Sistem nilai tukar tetap dirancang untuk mendorong stabilitas perekonomian dengan menjamin bahwa nilai tukar akan selalu mengikuti nilai tukar yang telah ditetapkan. Namun, dalam kebijakan nilai tukar mengambang, suatu negara akan menentukan nilai mata uangnya terhadap perubahan keadaan pasar. Oleh karena itu, nilai tukar ini dapat berfluktuasi berdasarkan keadaan perekonomian dunia. Dalam sistem ini juga pemerintah tidak memiliki otoritas atau kewenangan untuk mengintervensi nilai tukar mata uang terhadap mata uang asing.
Pada tahun 1979 sampai dengan 2005, pemerintah Tiongkok menerapkan sistem nilai tukar tetap dalam kebijakan moneternya, sementara negara-negara lain di dunia saat itu bergantung pada mekanisme pasar untuk menentukan nilai mata uang berdasarkan sistem nilai tukar mengambang.
Konferensi Bretton Woods memperbarui sistem nilai tukar, namun sayangnya tidak mampu untuk bertahan lama. Ketidakseimbangan neraca pembayaran Amerika Serikat (AS) menjadi pendorong dibalik runtuhnya sistem Bretton Woods pada tahun 1960-an. Inflasi jangka panjang di AS yang disebabkan oleh produksi pertanian yang berlebihan dan belanja militer yang besar untuk memenangkan Perang Vietnam, yang telah terjadi sejak tahun 1957, merupakan penyebab utama ketidakseimbangan tersebut. Sebagai akibatnya, Amerika Serikat tidak dapat membeli emas dari negara lain.
Hal ini ditimbulkan oleh tagihan AS yang sangat tinggi hingga menyentuh dua kalidari sisa cadangan emas AS. Dengan demikian pada tahun 1971 AS mengumumkan bahwa mata uang USD tidak dapat ditukar lagi dengan emas seperti sebelumnya.
Negara-negara perlu memulihkan dan mereformasi sistem moneter internasional sehubungan dengan kejadian ini agar perdagangan internasional dapat terus berlanjut. Oleh karena itu, sistem Bretton Woods diyakini telah gagal dan tidak dapat dipertahankan lagi. Perdagangan internasional diserahkan kepada mekanisme pasar. Nilai tukar mata uang yang didasarkan pada data impor dan ekspor atau neraca perdagangan.
Nilai mata uang akan meningkat seiring dengan ekspor suatu negara, sehingga membuat uang menjadi lebih kuat. Di sisi lain, melemahnya nilai tukar mata uang berdampak pada rendahnya rasio ekspor terhadap impor. Hal ini menunjukkan bagaimana sistem nilai tukar mengambang digunakan dalam perdagangan global.Â
AS memprakarsai sistem  nilai tukar mengambang, yang kemudian diadopsi oleh negara-negara lain. Satu-satunya sistem yang akhirnya digunakan dalam perdagangan dan keuangan internasional adalah sistem nilai tukar mengambang terhadap dolar AS karena kurangnya pilihan lain yang tersedia bagi komunitas internasional. Sejauh ini, aktivitas komersial dan volume impor dan ekspor telah menentukan nilai mata uang suatu negara. Akibatnya, kemampuan negara dalam mengendalikan sistem moneternya semakin berkurang.Â
Sistem nilai tukar mengambang mengurangi peran negara dalam campur tangan menjaga perekonomian dalam negeri, menurut berbagai perspektif. Dikatakan bahwa hal ini sangat dipengaruhi oleh prinsip-prinsip liberal. Tiongkok adalah salah satu negara yang tidak mengubah kebijakan sistemnya sejak didirikan. Tiongkok telah menerapkan Sistem nilai tukar tetap untuk menukar uang sejak tahun 1979. Pemerintah mengambil alih sebagai pengatur utama kondisi ekonomi internal negara dan menetapkan nilai mata uangnya melalui penggunaan dari sistem ini.
Kebijakan moneter Tiongkok sejak pembukaan pasar pada tahun 1979 didasarkan pada sistem nilai tukar tetap. Hal ini dilakukan di samping pengetahuan bahwa Tiongkok merupakan pemain ekonomi baru, khususnya dalam perdagangan internasional. Jika Tiongkok memutuskan untuk melepaskan nilai Yuan ke pasar atau menerapkan sistem nilai tukar mengambang, nilai mata uang tersebut akan ditentukan oleh neraca perdagangan. Pada waktu itu, Tiongkok belum banyak mengekspor sebagai pemain baru. Bursa Jerman, Inggris, Jepang, dan Amerika Serikat mempunyai pangsa ekspor internasional terbesar pada tahun 1980an. Sementara itu, pangsa ekspor global Tiongkok hanya sebagian kecil saja dari total ekspor global.
Menurut Keynes, dalam bukunya yang berjudul The General Theory of Employment, Interest, and Money, suatu bangsa memerlukan keterlibatan pemerintah atau negara di samping mekanisme pasar untuk mencapai kesejahteraan ekonomi. Oleh karena itu, peningkatan ekspor Tiongkok tidak dapat dipisahkan dari sistem nilai tukar mata uang yang tetap sebagai wujud campur tangan pemerintah Tiongkok.
Tiongkok mendapat banyak tekanan, terutama dari AS yang mengalami defisit pada tahun 1998. Namun Tiongkok tetap pada pendiriannya dalam menerapkan sistem nilai tukar tetap, karena Tiongkok menganggap bahwa sistem kurs merupakan otoritas negara tanpa intervensi pihak luar. Memiliki pendirian yang kuat bahwa dengan menerapkan sistem nilai tukar tetap justru akan menguntungkan Tiongkok kedepannya di dunia internasional.
Terlepas dari kenyataan bahwa sistem tetap tidak menghasilkan keuntungan sebesar sistem terapung di lingkungan Tiongkok. Namun Tiongkok menikmati kondisi pertumbuhan ekonomi yang lebih stabil di bawah sistem tetap. Selain itu, diyakini bahwa salah satu alasan Tiongkok tidak mengubah sistem moneternya adalah karena cadangan devisanya yang besar. Dari sudut pandang keuangan internasional, untuk mencapai stabilitas nilai mata uang maka perlu diiringi oleh cadangan devisa yang besar.
Karena sistem nilai tukar tetap menjadikan Tiongkok memiliki otoritas atas nilai mata uangnya. Tiongkok dapat terus berdaya saing dengan menjaga harga barang ekspornya tetap stabil. Melihat data ekspor dan impor dalam perdagangan internasional, Tiongkok dalam hal ini memaksimalkan peran otoritasnya sebagai negara untuk menjaga nilai mata uangnya. Tiongkok dalam hal ini memaksimalkan peran otoritasnya sebagai negara untuk menjaga nilai mata uangnya dengan membaca pergerakan ekspor dan impornya dalam perdagangan internasional.
Dengan menerapkan sistem nilai tukar tetap yang di dalamnya pemerintah dapat mengintervensi perekonomian. Hal tersebut menjadikan Tiongkok memiliki kewenangan untuk menstabilkan nilai mata uang Yuan dan kondisi ekonomi nasional. Dengan begitu, akan mempercepat pertumbuhan ekonominya dan memperbesar cadangan devisa yang dimiliki. Sehingga akan meningkatkan power dan pengaruh Tiongkok di tingkat internasional.Â
Bagi Tiongkok stabilitas ekonomi merupakan komponen terpenting untuk pertumbuhan ekonomi negara. Dengan penerapan sistem nilai tukar tetap, hal ini menguntungkan Tiongkok karena pemerintah dapat turut serta salam menstabilkan mata uangnya. Dengan mata uang yang stabil, dunia internasional cenderung akan lebih mempercayai Tiongkok dan hal tersebut juga akan memperkuat nilai mata uang Yuan di pasar internasional sekaligus memperbesar pengaruh Tiongkok dalam kebijakan ekonomi yang diambil oleh dunia internasional.
Sumber:
Keynes, J. H. 1936. The General Theory of Employment, Interest and Money. London: Macmillan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H