Namun, gaya hidup seperti ini sering kali datang dengan konsekuensi. Tekanan untuk terus mengikuti tren dapat menguras waktu, energi, dan keuangan. Tidak jarang orang menghabiskan lebih dari yang mereka mampu demi terlihat "in" di media sosial. Akibatnya, banyak yang merasa lelah secara emosional dan fisik karena mencoba menyeimbangkan tuntutan tersebut.
Beban yang Membebani
Di sisi lain, banyak yang merasakan dampak negatif dari FOMO. Dikarenakan pengaruh FOMO dapat menyebabkan stres kronis, kecemasan, dan bahkan depresi. Ketika seseorang terlalu fokus pada apa yang mereka lewatkan, mereka cenderung mengabaikan apa yang sudah mereka miliki, FOMO juga mempegaruhi hubungan interpersonal. Alih-alih menikmati waktu bersama keluarga atau teman dekat, banyak orang lebih sibuk mendokumentasikan pengalaman mereka untuk media sosial. Hal ini menciptakan jarak emosional yang dapat merusak hubungan dalam jangka panjang. Hubungan yang sehat membutuhkan kehadiran yang nyata, bukan hanya tampilan di dunia maya.
Selain itu, tekanan untuk selalu terlibat dalam tren juga dapat mengganggu fokus pada tujuan jangka panjang. Banyak yang lebih memilih untuk menghabiskan waktu dan uang pada hal-hal yang sifatnya sementara daripada berinvestasi pada hal-hal yang benar-benar bermakna bagi hidup mereka. Ini menimbulkan pertanyaan mendalam: apakah kita benar-benar menjalani hidup kita sendiri, atau hanya mengikuti skenario yang ditentukan oleh orang lain?
Mengatasi FOMO: Langkah untuk Hidup Lebih Tenang
FOMO bukanlah sesuatu yang tidak bisa dihindari. Dengan kesadaran dan langkah-langkah yang tepat, kita bisa membebaskan diri dari tekanan ini. Berikut beberapa cara untuk mengatasi FOMO:
- Batasi Penggunaan Media Sosial Mengurangi waktu yang dihabiskan di media sosial dapat membantu mengurangi rasa takut tertinggal. Anda dapat menggunakan aplikasi untuk memantau waktu layar atau menjadwalkan waktu tertentu untuk membuka media sosial.
- Fokus pada Kehidupan Nyata Alih-alih mengejar tren, fokuslah pada hubungan dan pengalaman yang benar-benar penting bagi Anda. Cobalah untuk melibatkan diri dalam kegiatan yang memberikan kepuasan batin, seperti hobi atau kegiatan sosial.
- Latih Rasa Syukur Tuliskan hal-hal yang Anda syukuri setiap hari. Ini dapat membantu Anda menghargai apa yang sudah dimiliki. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang melatih rasa syukur cenderung merasa lebih bahagia dan puas dengan hidup mereka.
- Kenali Nilai Pribadi Anda Tentukan apa yang benar-benar penting bagi Anda, bukan berdasarkan apa yang diharapkan oleh lingkungan atau media sosial. Dengan memahami nilai-nilai ini, Anda dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang bagaimana menghabiskan waktu dan sumber daya Anda.
- Belajar untuk Melepaskan Tidak semua tren atau pengalaman perlu diikuti. Belajarlah untuk merasa nyaman dengan melewatkan sesuatu. Seperti yang dikatakan oleh Mark Manson dalam bukunya, "The Subtle Art of Not Giving a F*ck"(Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat), melepaskan hal-hal yang tidak penting dapat membawa kedamaian dan kebebasan.
Penutup: Memilih Hidup yang Autentik
FOMO di kota besar memang sulit dihindari, tetapi bukan berarti kita harus terjebak di dalamnya. Dengan memilih untuk hidup secara autentik dan fokus pada apa yang benar-benar berarti, kita bisa membebaskan diri dari tekanan sosial yang tidak perlu. Seperti yang diungkapkan oleh penulis dan pembicara motivasi Brené Brown, "Kita tidak bisa menjalani kehidupan yang penuh makna jika kita terlalu sibuk membandingkan diri dengan orang lain."
Jadi, apakah FOMO adalah gaya hidup atau beban? Jawabannya ada di tangan kita sendiri. Kita bisa memilih untuk mengikuti arus, atau menciptakan arus kita sendiri yang lebih tenang, lebih bahagia, dan lebih bermakna. Dengan begitu, kita dapat menjalani hidup yang tidak hanya terlihat indah di permukaan, tetapi juga memberikan kedamaian yang sejati di dalam hati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H