Â
Sementara rasionalisme dan emosionalitas sering kali menjadi fokus utama dalam diskursus modern, tradisi tetap memegang peranan penting dalam membentuk struktur sosial dan kebudayaan. Tradisi merujuk pada nilai-nilai, norma, dan praktik yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam masyarakat modern, meskipun ada dorongan kuat untuk beralih ke masa depan dan mengabaikan nilai-nilai tradisional, banyak elemen dari tradisi tetap hidup dan berkembang.
Religiusitas, sebagai contoh, sering kali dilihat sebagai kekuatan tradisional yang bertentangan dengan perkembangan rasionalisme. Namun, pada kenyataannya, banyak masyarakat modern tetap mengandalkan ajaran agama sebagai landasan moral dan etika. Begitu juga dengan berbagai kebiasaan budaya yang diwariskan, meskipun sering kali berhadapan dengan tantangan modernitas, tetap memberikan bentuk dan identitas sosial dalam masyarakat.
Sinergi antara Rasionalisme, Emosionalitas, dan Tradisi
Sebagaimana yang telah dijelaskan, pemikiran modern tidak hanya bergantung pada satu elemen saja---rasionalisme, emosionalitas, atau tradisi. Sebaliknya, interaksi dan saling memengaruhi antara ketiga elemen ini membentuk struktur pemikiran dunia modern yang lebih kompleks. Dalam pemikiran politik, misalnya, rasionalitas sering kali bertemu dengan pertimbangan emosional dan tradisional dalam membangun kebijakan publik. Gerakan-gerakan sosial modern, seperti feminisme atau gerakan hak asasi manusia, misalnya, sering kali menggabungkan pendekatan rasional tentang kesetaraan dengan nilai-nilai emosional dan tradisional yang berakar pada pengalaman kolektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H