Mohon tunggu...
Wafi Maroef
Wafi Maroef Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi Bermain Bola

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Menentukan Jalan Tengah Sinergi Antara Rasionalisme,Emosionalitas, Dan Tradisi Dalam Pemikiran Modern

18 Desember 2024   19:20 Diperbarui: 18 Desember 2024   19:17 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandung. Sumber ilustrasi: via KOMPAS.com/Rio Kuswandi

Pemikiran terkini sering kali dicermati menjadi era penguasaan rasionalitas dan ilmu pengetahuan, dimana individu dan warga  cenderung mengutamakan akal dan penalaran objektif pada tahu global dan mengarahkan tindakan. Namun, pada bepergian sejarah, global terkini hanya dibuat sang kekuatan rasionalisme, namun pula sang kiprah emosionalitas dan tradisi yg sering kali berinteraksi menggunakan cara yg kompleks. Munculnya pemikiran rasionalistik dalam masa Pencerahan, menggunakan tokoh-tokoh misalnya Ren Descartes, Immanuel Kant,dan John Locke, menaruh donasi akbar pada membangun pandangan global yg lebih ilmiah dan berbasis bukti.Namun, pada poly hal, rasionalisme ini nir bisa sepenuhnya mengatasi kebutuhan insan akan makna subjektif, emosi, dan nilai-nilai yg diwariskan menurut tradisi. Di sisi lain, emosionalitas, yg acapkalii dipercaya menjadi sesuatu yg bertentangan menggunakan rasionalitas, sudah menerima perhatian lebih pada pemikiran terkini.Teori-teori psikologi, misalnya yg dikembangkan sang Sigmund Freud dan Carl Jung, memberitahuakn bahwa aspek emosional dan bawah sadar berperan krusial pada membangun konduite insan.

Tujuan menurut goresan pena ini merupakan buat mengeksplorasi sinergi antara ketiga elemen tadi dan bagaimana mereka saling membangun pemikiran terkini, baik pada ranah teori juga praktik.

Dengan demikian, pembahasan ini hanya bertujuan buat tahu impak masing-masing elemen rasionalisme, emosionalitas, dan tradisi secara terpisah, namun pula buat menilik bagaimana ketiganya saling berinteraksi dan membangun ekuilibrium yg kompleks pada proses pembentukan pemikiran terkini.

Apa yang sebagai penekanan primer merupakan bagaimana mencari titik temu atau jalan tengah yg memungkinkan harmoni antara dimensi rasional, emosional, dan tradisional pada menghadapi tantangan zaman terkini yg serba cepat dan dinamis.

Rasionalisme dalam Pemikiran Modern

 

Rasionalisme sebagai aliran filsafat berfokus pada penalaran logis dan deduktif sebagai jalan untuk memperoleh pengetahuan. Pemikir-pemikir besar seperti Ren Descartes dan Baruch Spinoza berperan penting dalam pembentukan paradigma ini, di mana pengetahuan dianggap sahih jika dapat diuji dan dibuktikan secara rasional. Dalam revolusi ilmiah abad ke-17, ilmuwan seperti Galileo Galilei dan Isaac Newton mengembangkan hukum-hukum alam yang membuktikan bahwa dunia ini dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang bersifat rasional dan universal.

Emosionalitas: Peran Subyektifitas dalam Pemikiran Modern

 

Di luar rasionalitas, emosionalitas adalah aspek fundamental dari pengalaman manusia yang tak bisa dipisahkan. Dalam sejarah pemikiran, terutama pada abad ke-19, gerakan romantisisme mengangkat pentingnya perasaan, intuisi, dan pengalaman subjektif. Tokoh-tokoh seperti Jean-Jacques Rousseau dan Johann Wolfgang von Goethe menekankan pentingnya ekspresi pribadi dan emosi dalam membentuk identitas individu serta masyarakat.

Tradisi: Warisan Nilai dalam Pemikiran Modern

 

Sementara rasionalisme dan emosionalitas sering kali menjadi fokus utama dalam diskursus modern, tradisi tetap memegang peranan penting dalam membentuk struktur sosial dan kebudayaan. Tradisi merujuk pada nilai-nilai, norma, dan praktik yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam masyarakat modern, meskipun ada dorongan kuat untuk beralih ke masa depan dan mengabaikan nilai-nilai tradisional, banyak elemen dari tradisi tetap hidup dan berkembang.

Religiusitas, sebagai contoh, sering kali dilihat sebagai kekuatan tradisional yang bertentangan dengan perkembangan rasionalisme. Namun, pada kenyataannya, banyak masyarakat modern tetap mengandalkan ajaran agama sebagai landasan moral dan etika. Begitu juga dengan berbagai kebiasaan budaya yang diwariskan, meskipun sering kali berhadapan dengan tantangan modernitas, tetap memberikan bentuk dan identitas sosial dalam masyarakat.

Sinergi antara Rasionalisme, Emosionalitas, dan Tradisi

Sebagaimana yang telah dijelaskan, pemikiran modern tidak hanya bergantung pada satu elemen saja---rasionalisme, emosionalitas, atau tradisi. Sebaliknya, interaksi dan saling memengaruhi antara ketiga elemen ini membentuk struktur pemikiran dunia modern yang lebih kompleks. Dalam pemikiran politik, misalnya, rasionalitas sering kali bertemu dengan pertimbangan emosional dan tradisional dalam membangun kebijakan publik. Gerakan-gerakan sosial modern, seperti feminisme atau gerakan hak asasi manusia, misalnya, sering kali menggabungkan pendekatan rasional tentang kesetaraan dengan nilai-nilai emosional dan tradisional yang berakar pada pengalaman kolektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun