Ketika pemerintahan Orde Baru tumbang, Indonesia memulai babak baru dalam dunia pers. Media masa tidak lagi mendapatkan kontrol ketat dari pemerintah. Departemen Penerangan yang ketika itu merupakan momok bagi media masa ditiadakan sampai sekarang. Stasiun televisi swasta bermunculan, beberapa di antaranya adalah televisi berita. Hadirnya siaran-siaran televisi berita tersebut telah mengobati kerinduan sebagian masyarakat Indonesia yang menginginkan berita yang beragam serta seimbang.
Era keterbukaan di tanah air membuat radio-radio asing satu per satu menghentikan siarannya dalam bahasa Indonesia. Beberapa radio waktu itu masih bertahan melalui satelit, sekalipun sudah tidak lagi memancarkan siarannya melalui gelombang pendek. Perkembangan internet yang begitu cepat, lembaga-lembaga penyiaran asing tersebut lebih memilih menyiarkan berita, pelajaran bahasa dan memerkenalkan budayanya melalui website. Melalui website-nya Voice of America (VOA) juga masih memertahankan siaran beritanya dalam bentuk siaran radio dan televisi dalam bahasa Indonesia. Beberapa radio dan televisi filial turut menyiarkan beberapa program VOA.
Harus saya katakan terus terang, pada masa sebelum Orde Baru tumbang, RRI bukanlah siaran radio idola saya. Waktu itu saya sama sekali tidak bangga dengan RRI. Karena telinga saya sudah terbiasa mendengarkan siaran radio asing, saya merasa sangat aneh ketika mendengarkan berita-berita RRI. Sesekali saja saya mendengarkan Voice of Indonesia, siaran RRI dalam bahasa Inggris, hanya untuk sekadar mengasah telinga saya agar terbiasa mendengarkan siaran dalam bahasa Inggris.
Waktu telah berlalu, wajah RRI saat ini sudah sangat jauh berbeda dengan wajah RRI era pemerintahan Orde Baru. Pada masa Orde Baru tidak pernah kita dengar tokoh-tokoh yang berseberangan dengan pemerintah bisa berbicara di RRI. Saat ini RRI adalah lembaga penyiaran yang sangat terbuka, segala aspirasi masyarakat bisa disampaikan lewat siaran RRI.Â
Dikutip dari laman ppid.rri.co.id RRI menyelenggaran siarannya berpedoman pada nilai-nilai standar penyiaran, antara lain siaran bersifat independen dan netral, dan siaran harus memihak pada kebenaran.
Kini RRI adalah teman saya dalam perjalanan ke mana pun. Di dalam mobil selalu berkumandang siaran Pro-3 RRI. Sejumlah tokoh dengan wawasan yang cerdas dan kritis bisa berbicara lantang di corong RRI. Kini saya sudah tidak takut lagi dicekoki dengan doktrin-doktrin pemerintah dan dibuai dengan siaran-siaran yang tidak mencerdaskan.Â
RRI telah menjadi idola baru saya. Masuk ke kota mana pun, yang selalu saya cari adalah siaran RRI. Aku bangga RRI. Semoga RRI tetap memertahankan independensinya. Selamat hari jadi ke-75. Semoga tetap menjadi radio kebanggaan Indonesia dalam mengawal demokrasi kita. Sekali di udara, tetap di udara! Sekali merdeka, tetap merdeka!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H