Mohon tunggu...
Wadji
Wadji Mohon Tunggu... Dosen - Ketua Umum Perkumpulan Ilmuwan Sosial Humaniora Indonesia (PISHI)

Love4All

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Yodi Prabowo dan Bunuh Diri Idealisme

31 Juli 2020   20:23 Diperbarui: 8 Agustus 2020   08:47 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Death of Chatterton by Henry Wallis (1856), Sumber: https://www.psychologytoday.com/us/blog/word-less/201904/the-suicidal-artist

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, sebagaimana diberitakan oleh VOAIndonesia.com (14/01), pada Januari 2020 merilis laporan tahunan yang berisi beragam catatan mengenai kekerasan terhadap wartawan di Indonesia sepanjang 2019 dan proyeksi tentang kondisi kebebasan pers tahun ini. Menurut LBH Pers, aparat kepolisian merupakan pelaku terbanyak dalam melakukan kekerasan terhadap wartawan.

Dalam catatan LBH Pers, polisi terlibat dalam 33 kasus kekerasan terhadap wartawan. Pelaku kedua tertinggi adalah masyarakat (17 kasus). Pelaku terbanyak lainnya adalah pejabat publik (7 kasus) dan pengusaha (6 kasus). Pola kekerasan terbanyak dialami wartawan adalah kekerasan fisik (30 kasus), disusul dengan perusakan peralatan liputan (24 kasus) dan intimidasi (22 kasus). Kekerasan fisik dialami wartawan, biasanya terjadi saat mereka meliput tindakan represif aparat kepolisian kepada masa pengunjuk rasa.

Selain tindak kekerasan oleh aparat, awak media juga dibayangi ketakutan oleh “momok” beberapa pasal karet yang ada di dalam Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Undang-undang ITE seringkali disalahgunakan sebagai alat penguasa dan pemilik modal untuk menjerat siapa pun yang menjadi sasarannya. Orang-orang yang dianggap berseberangan pendapat atau mengganggu kepentingannya seringkali menjadi sasaran korban Undang-undang ITE. Sejumlah elemen masyarakat telah mendorong agar beberapa pasal karet dalam undang-undang tersebut dihapus.

Menurut Haris Prabowo (Tirto.id 27/12/19) dalam penerapannya, pasal-pasal karet dalam UU ITE justru menjadi senjata untuk menjebak lawan politik. Aparat negara disinyalir menjadi pelaku kekerasan terkait hak berekspresi warga. Pelapor kasus UU ITE terbanyak, misalnya, justru dari kalangan pejabat negara: 35,92 persen. Pelaporan pejabat negara kepada terlapor awam berbasis ujaran ekspresi dan kritik atas kinerja atau posisi pejabat tersebut. Namun, kata Haris, kasus cenderung diarahkan kepada materi bermuatan ujaran kebencian. Bukannya melindungi, pasal karet kerap dipakai sebagai alat membungkam masyarakat sendiri.

Hukum di Indonesia sering diistilahkan sebagai runcing ke bawah, dan tumpul ke atas. Sindiran Menteri Koordinator Politik dan Keamanan (Menkopolhukam), Prof. Mahfud MD tentang “industri hukum” di Indonesia tampanya sangat tepat. Sebagaimana dikutip Kompas.com (9/12/19) ia mengatakan bahwa  fenomena "industri hukum" adalah ketika hukum disalahgunakan untuk kepentingan seseorang. Industri hukum itu adalah suatu penegakan hukum di mana hukum itu diakali, dicari-carikan sehingga orang yang salah itu menjadi bebas, orang yang benar itu bisa masuk penjara. Ia minta hukum jangan dijadikan industri.

Lemahnya penegakan hukum membuat jurnalis menjadi pihak yang rentan dari tindak kekerasan dan kriminalisasi. Perlindungan hukum terhadap profesi ini masih jauh dari yang diharapkan. Telah banyak jurnalis di negeri ini menjadi korban kekerasan, bahkan beberapa di antara mereka telah terbunuh di kala melaksanakan tugasnya, namun idealisme jurnalis tidak akan dapat dibunuh, dan idealisme tidak akan pernah bunuh diri. Isya-Allah.

Death of Chatterton by Henry Wallis (1856), Sumber: https://www.psychologytoday.com/us/blog/word-less/201904/the-suicidal-artist
Death of Chatterton by Henry Wallis (1856), Sumber: https://www.psychologytoday.com/us/blog/word-less/201904/the-suicidal-artist

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun