"Kami di sini untuk menyenangkan kalian, para pemburu barang! Datanglah, beli lebih banyak, dan saksikan bagaimana hidup kalian berubah menjadi tontonan yang tak pernah berakhir!" ucapnya lagi dibarengi gelak tawa sinis.
Tak berselang lama, Sekelompok makhluk abu-abu mulai berkumpul di bawah panggung. Di tangan mereka tergenggam uang yang entah berapa jumlahnya. Sebagian nampak membawa kartu kredit. Ada juga yang menggunakan gadget  untuk scan kode Qris yang ada di atas panggung.
Wajah mereka datar, tanpa ekspresi, hanya mata mereka yang tampak kosong, seperti orang-orang di pusat perbelanjaan. Mereka memegang tas belanja, gadget, dan barang-barang lainnya yang tampaknya mereka beli dengan penuh nafsu. Namun, semakin banyak mereka menambah barang ke genggaman mereka, tubuh mereka semakin mengecil, perlahan-lahan larut ke dalam barang yang mereka bawa. Manusia tak lebih berharga dari pada barang yang mereka beli.
Rian merasa dadanya sesak. Suasana pasar yang awalnya damai berubah mencekam. Suara-suara tawa semakin keras, sementara bayangan pria bertopeng itu semakin besar, menelan seluruh pemandangan di hadapannya.
Di tengah kekacauan itu, Rian melihat seorang ibu yang berdiri di antara kerumunan. Itu ibu yang tadi siang mencari ayamnya. Kini, di tangannya, ia memegang gadget baru yang tampak mengilap. Wajahnya memudar, larut ke dalam benda yang ia genggam, tapi di seberang jalan, seorang anak kecil berdiri di sana, menatap ke arah si ibu dengan tatapan kosong dan menangis.
Anak itu bukan siapa-siapa bagi Rian, tapi entah kenapa pemandangan itu menghantam hatinya. Sementara sang ibu larut dalam harta, brand, dan kemewahan, Â anak kecil itu ditinggalkan, tak tersentuh. Ia dibiarkan menangis menjerit-jerit di pojok.
"Ibuuuuuuu!" teriak si anak berusaha menggapai tangan si ibu yang masih asik dengan gadget  di tangan, Seolah tak mendengar apa-apa.
***
Rian mencoba bergerak, tapi tubuhnya terasa ditarik oleh kekuatan yang tak kasat mata, seolah-olah ia sendiri mulai larut dalam "sirkus Manusia Modern"yang sedang berlangsung. Di tengah rasa paniknya, ia melihat seorang perempuan tua duduk di pojok pasar. Tatapannya tenang, tapi penuh makna.
"Apakah kau ingin keluar dari sini?"tanya perempuan itu lembut, tanpa ekspresi.
RRian mengangguk, meski dadanya sesak. "Bagaimana caranya?"