Melihat fenomena itu, sejujurnya saya tergerak untuk membantu mereka. Tapi, ya, itu. Apakah yang dibantu memang mau untuk dibantu? Padahal di masyarakat umum kelak, tentunya kita tak akan mendapat service, bantuan, dan pelayanan yang baik. Sebagaimana kini kita dibantu keluarga, teman dekat, atau relawan. Dunia profesional itu keras. Nggak ada kata lunak. Mau tunanetra atau tidak, yang dipandang itu adalah profesionalisme, hasil kerja, dan kiprah. Lah, kalau mentalitas dan daya juangnya lemah, apa yang harus dilakukan?
Jangan terus mengeluh, menyalahkan pemerintah, pemangku hukum, dan sebagainya. Semua sudah berusaha semampu yang bisa dilakukan. Tinggal kita, sebagai tunanetra, juga harus ikut berjuang keras! Bukan malah menyalahkan ruang yang tidak aksesibel, tidak inklusif, atau orang-orang yang tidak ramah. Justru kitalah yang harus terus membenahi diri, membangun skill, jaringan, kekuatan, dan tentunya menjadi pribadi yang memiliki kualitas. Agar mampu berdaya untuk berjuang di dunia yang tidak selalu "fun" ini!
"Bukan berpikir akan selalu dibantu, sobat. Tapi berpikirlah untuk selalu bisa membantu!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H