Yogyakarta--- Menembus batas dan melangkah jauh melampauinya, mungkin bisa menjadi quotes yang menggambarkan figur sosok Arif Prasetyo, difabel netra yang berupaya untuk berkarya pada tiap geraknya. Ceria, friendly, dan penuh keakraban menjadi hal pertama sewaktu penulis mengenal sosoknya di pertengahan 2019. Senang berbagi pengetahuan, aktif di berbagai organisasi, dan sangat gandrung pada film, menjadi sisi lain dari sosok peria kelahiran Gunung Kidul ini.
Kini di usianya yang ke-26 tahun, Arif Prasetyo telah banyak meninggalkan jejak yang patut menjadi inspirasi dan motivasi untuk belajar menjadi lebih baik bagi semua orang, terkhusus para difabel. Mengapa begitu? Sederhana, kok. Sebab dengan keyakinan dan terus bergerak, sosok Arif Prasetyo mampu wujudkan berbagai mimpinya. Mulai mengenyam pendidikan magister, menjadi sutradara film, bermusik sampai luar negri, dan berbagi kemanfaatan lewat berbagai agenda dan organisasi, sampai kini masih terus ia lakoni. Berikut kisah inspiratif yang penulis dapatkan sewaktu mendapatkan kesempatan ngobrol bersama Arif Prasetyo di 14 Â Juli 2024.
Lebih Akrab Bersama Arif Prasetyo
Sewaktu penulis bercengkrama santai dengan Arif Prasetyo, peria yang sangat friendly ini menceritakan tentang personalnya dengan penuh kehangatan. Ia terlahir pada 18 Maret 1998 di "Jogja lantai dua," atau yang juga dikenal sebagai Gunung Kidul. Beliau menceritakan bahwa kondisi kedifabelannya itu ia alami memang sudah sejak lahir. Selain itu, ia juga menjelaskan kalau mayoritas keluarganya adalah difabel netra.
"Benar, mas. Keluargaku ini hampir 98% adalah difabel netra. Jadi dari empat bersaudara sebanyak 3 orang itu difabel netra. Untungnya yang satu masih aman. Jadi, di keluargaku sebanyak 5 orang termasuk orang tuaku, adalah difabel netra, hehehehe," ujar Arif sambil bercanda.
Terlahir sebagai peribadi yang memiliki kebutuhan khusus, tidak lantas membuat sosok Arif Prasetyo ini murung dan anti sosial. Justru ia terdidik untuk aktif bersosialisasi. Mulai dari karang taruna, pemuda masjid, ronda, dan perkumpulan khas perkampungan lainnya. Semua itu ia ikuti untuk dapat mengaktualisasi diri, sekaligus membangun networking kepada para tetangganya. Bahkan rumah dan bagian depannya sering dijadikan tempat nongkrong masyarakat sekitar, karena memang di desain nyaman untuk sekedar bersantai.
Berkat didikan dan pembawaan diri yang ramah dan interaktif, hal itu justru menjadi anugrah bagi Arif. Sebab dari perkumpulan itu akhirnya ia mendapat informasi, akses beasiswa, dan mendapatkan info tentang Asrama YAKETUNIS berikut berbagai beasiswa yang menyertainya, hingga kini ia mengenyam pendidikan S2 di UIN Sunan Kalijaga dengan beasiswa LPDP.
Bagi Arif bersosialisasi adalah hal wajib. Entah kepada masyarakat umum mau pun masyarakat difabel. Keduanya harus diberikan proporsi yang seimbang. Karena dengan hal tersebut, kita dapat mewujudkan masyarakat inklusif yang di mulai dari diri kita sendiri sebagai lapisan masyarakat difabel. Di mana pun posisi kita, bersosialisasi menjadi hal yang harus dilakukan oleh siapa pun, meski personalnya adalah difabel, khususnya difabel netra sepertinya.
"Ibuku adalah pemijat, ayahku pun begitu. Nah, dari situlah kedua orang tuaku memulai interaksi sosialnya saat masyarakat datang untuk pijat. Sharing, ngobrol, dan bertukar informasi menjadi kebiasaan sehari-hari. Itu juga yang menjadi pola asuh kepada kami anak-anaknya," tutur Arif.
"Dari kebiasaan itu, saat aku mulai masuk sekolah di YAKETUNIS yogyakarta, ayahku menceritakan berbagai kegiatan, harapan, cita-cita, serta impianku kedepan. Syukurnya, guru yang menerima kedatangan kami menyambut dengan baik. Mulai Bu Sri dan BU Ambar, mereka menerimaku dengan baik. Juga bersedia mencarikan beasiswa untukku," imbuh Arif sambil mengenang masa awal sekolahnya.
Setiap Gerakku Adalah Karya
Menjadi sebuah quotes yang khas bila kita bertemu, membaca bio, dan sejenisnya bila itu tentang Arif Prasetyo. Sebuah kata-kata sakti yang berbunyi "Setiap gerakku adalah karya" menjadi jimat dan sumber kekuatan seorang Arif dalam mengarungi proses kehidupannya. Tentu semua itu juga berkat doa, dukungan, dan contoh dari orang tuanya yang sukses mendidiknya menjadi figur yang mandiri dan memiliki berbagai prestasi.
Saat penulis menanyakan mengenai makna "Setiap Gerakku adalah Karya," Arif menjawab bahwasannya ia berupaya untuk menjadikan tiap-tiap langkah, gerak, dan proses kehidupannya adalah sebuah karya. Bukan soal karya monumental, seperti piala, uang, teropi, dan sebagainya. Melainkan juga karya-karya yang itu hanya kita sendiri yang bisa merasakannya.
Sudah semenjak sekolah dasar, Arif berupaya menjadikan peribadi yang tidak pernah puas pada sebuah pencapaian. Karena baginya berkarya adalah suatu hal yang tidak boleh berhenti, sebab bisa menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang di sekelilingnya. Mulai perlombaan, panitia event, organisasi, penelitian, berkesenian, dan sebagainya menjadi salah satu upaya agar dirinya tetap produktif dalam berkarya.
"Aku selalu berupaya tetap berkarya, mas. Apa pun bentuknya. Misal aku diajak joging, diajak buat podcast, diajak bikin karya, dan sebagainya, pasti aku upayakan untuk, Laksanakan, gasss! Karena bagiku mengupayakan kesehatan bagi tubuh juga berkarya. Karena karya itu bukan hanya soal kebanggaan, medali, piala, uang, dan sebagainya. Kita bisa mencintai diri sendiri itu juga sudah termasuk berkarya," tutur Arif.
Dengan spirit quotes, doa orang tua, harapan, dan cita-cita kini Arif telah memiliki berbagai pencapaian yang membanggakan. Baik untuk keluarga, sahabat, daerah, dan khususnya Indonesia. Hal itu dibuktikannya dengan pementasan Band Puser Bumi di Bangkok Thailand sebagai salah satu perwakilan karya seni pada 2017, aktor film salah satunya di film "Masih Tanda Tanya", sutradara film, memenangkan Perlombaan panggung talenta yang diselenggarakan oleh perkumpulan Lions Club Internasional di kantor Walikota Jakarta Selatan pada 2024, Melanjutkan studi S2 lewat jalur LPDP, dan sebagainnya menjadi beberapa kisah prestasi Arif Prasetyo di hari ini.
Arif, lewat akhir sesi wawancara menitipkan pesan pada penulis, untuk menyebarkan pesan dan nasehatnya kepada adik-adik difabel di seluruh Indonesia. Yaitu sebagai difabel kita harus membela hak dan kesejahteraan sosial yang harus terus diperjuangkan. Hal itu lewat penerimaan diri secara penuh, jangan malas berkarya, perluas pergaulan, jangan menjadi orang yang gemar mendiskriminasi, dan bangun motivasi yang kuat lewat diri kita sendiri. Bentuk sosial inklusif di mana pun kita berada. Jangan takut, bila kalian terbentur sebuah kegagalan. Karena gagal adalah sebuah proses menuju keberhasilan. Terus belajar, berkarya, dan berupaya sampai perlahan prestasi menghampiri kita dengan mantap!
Artikel saya ini sebelumnya pernah terbit di solidernews.com, dengan judul "Arif Prasetyo, Difabel Netra yang Abdikan Diri Pada Kekuatan Berkarya."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H