Pikiranku terus mengelana. Yang nampak baik belum tentu baik, begitupun sebaliknya. Akhirnya, untuk memuaskan diri kuputuskan mengunjungi gang itu, selepas memarkirkan bus ini di garasi. Persetan dengan cap di kira lelaki belang. Dari pada hanya menduga-duga, kan?
***
Menaiki Honda CB 100 kelasik, kususuri nuansa kota dalam balutan malam. Pendar lampu dan aktivitas di dalamnya memanjakan pandangan. Tidak butuh waktu lama, motor antik ini sudah mendekati Gang Wanito Ndalu. Benar sesuai dugaanku! Kupu-kupu malam bertebaran dengan make up tebal, tersenyum pada setiap lelaki yang memandang mereka. Saat mulai dekat dengan pintu masuk, aku ditegur oleh salah satu dari mereka.
"Karaoke atau minum, Mas?" tanya perempuan berbaju merah menyala.
"Mau lihat-lihat dulu, Mbak"
"Ohh! Ya sudah. Silahkan parkir di sana" tunjuk si perempuan, pada salah satu pelataran yang juga banyak kendaraan motor.
Dengan langkah santai, kususuri gang sempit ini. Bau parfum dan kopi menyeruak di sekelilingku. Tampak olehku, beberapa bangunan seperti kost-kost-an yang berupa bilik-bilik. Para perempuan tampak bercengkrama di sana. Tidak luput, para lelaki yang minum juga menyertai di sekeliling mereka. Namun, tujuanku bukan itu. Aku mencari si gadis berkerudung.
"Lho, Mbak! Kok masih di sini? Tak kira hanya mengantar pesanan," tegurku pada penjual jamu, ternyata ia masih ada disini. Ia sibuk menyiapkan jamu, dengan para lelaki yang mengelilinginya. Yang disapa berlagak seolah tidak mengenal. Ia malah menawari jamu padaku.
"Ini, Mas! Jamu kuat. Tak jamin, nonstop semalam suntuk!" tawarnya, dengan wajah kikuk. Aku tersenyum dibuatnya. Ternyata, ia yang sering membahas perilaku si gadis berkerudung, eh ternyata tidak jauh berbeda.
"Mboten, Mbak! Silahkan dilanjut saja, itu masih banyak yang mengantre," tunjukku pada beberapa lelaki yang tadi mengitarinya.
Lama kususuri gang untuk mencari keberadaan si gadis berkerudung. Beberapa bangunan sudah kulalui. Namun, Tidak ada yang mirip dengan dirinya. Meski jika di sini ia tidak berkerudung, seharusnya ia bisa kukenali. Merasa sia-sia, aku memutuskan bertanya pada preman penjaga di depan pintu keluar.