"Min! ini ada titipan dari siswa putra," ujar Sari sambil menyerahkan bingkisan, setibanya ibu di kamar asrama.
"Siapa?"
Sari menjelaskan titipan yang dibawanya merupakan amanah dari sosok santri lulusan Ponpes Krakitan. Ia cukup terkenal di asrama tempat mereka sekarang belajar. Sosok yang karismatik katanya. Melihat Mimin yang hanya melongo, ia akhirnya memperjelas keteranganya dengan menyebutkan identitas sang pengirim.
"itu dari pentolan asrama sebelah. Si Gimin kakak kelasmu," ujar Sari.Â
Karena merasa tidak kenal lelaki itu, ibu memilih membagi-bagi bingkisan berupa makanan itu pada kawan sekamarnya. Sontak, kondisi kamar menjadi riuh.
***
Disuatu hari, ibu pergi dengan kawan-kawannya ke pasar Bantul. Di sana ia berangkat bersama Sari, Novi, dan Burhan. Kepergiannya kali ini hendak membeli seragam dan sejenak berlibur sembari jajan Mie Ayam yang melegenda dekat pasar. Namun aneh ketika sampai asrama putri, dengan tergopoh-gopoh salah satu teman kamarnya memberi surat pada ibu.
"Min! kamu lekas pulang ke desa. Kalau tidak, Burhan temanmu itu akan kuhajar."
Saat membaca dari siapa surat itu berasal, ibu hanya mampu menghela napas. Si Gimin pentolan ternyata mengancamnya. Namun, dari pada ricuh, ia memutuskan pulang ke desa. Lekaslah ia berkemas di temani tatapan heran dari Sari.
"Aku pulang dulu, ya. Dari pada jadi masalah," pamit ibu.
***