"Okeee! Layar sudah Siap Bos Nadhir!" Teriak Warno. Mendengar hal itu, Bos Nadhir sejenak memastikan kembali persiapan yang sudah dilakukan. Merasa cukup, ia segera mengajak kami berdoa dan bergegas menuju ruang kemudi.
***
Sudah hampir 4 jam kapal kami mengarungi laut. Warno yang bertugas mengawasi layar sudah bergabung dengan kami di geladak kapal. Bos Nadhir menyuruh kami untuk mengawasi pergerakan disekitar kapal; Berjaga dari gangguan kapal Voc.
"perjalanan sepertinya aman kang" celetuk Sulaiman yang tampak sekali sudah lelah. Akupun mengamini hal tersebut. Tak tampak dari tadi bayangan kapal atau sejenisnya.
Saat hendak menuju ruang istirahat dan menyuruh Warno dan Sudiro berjaga, tiba-tiba kapal meliuk tajam ke kanan. Sejurus kemudian ledakan keras terjadi, di susul rubuhnya tiang utama layar dengan bola meriam yang menggelinding di lantai kapal. Ternyata, dari balik bukit cadas, muncul kapal kecil Belanda yang sudah mengarahkan moncong meriam; bersiap melanjutkan tembakan.
"Cepat tiarap!" teriak Bos Nadhir.
"Segera kenbangkan layar besar Warno! Kita Kudu cepet mlayu dari hantaman londo gendeng," perintahnya. Dengan tangkas, Warno segera lompat ke arah tiang yang tersisa dan menarik beberapa simpul tali. Tak selang lama bersamaan dengan ledakan susulan, kapal kami melesat cepat ke timur.
***
Akhirnya kapal kami berhasil menghindari kejaran kapal Voc. Sekarang entah sampai mana kapal kami berlayar. Cukup jauh kami keluar dari jalur utama.
"Alhamdulillah!" Â Belum selesai Bos Nadhir berujar, awan mendung segera mengungkung sekitar kapal. Dalam sekejap badai pun terjadi.
"Cepaaat ikat diri di tiang!" teriak kami bersamaan.