Mohon tunggu...
Vrisko Vernandi
Vrisko Vernandi Mohon Tunggu... Lainnya - .

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketidaksetaraan Gender yang Dialami Buruh Perempuan di Indonesia

29 Oktober 2020   22:15 Diperbarui: 24 Mei 2021   17:58 6452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketidaksetaraan yang dialami buruh perempuan di Indonesia. | pexels

Ketidaksetaraan gender di Indonesia merupakan hal yang tidak asing diperdebatkan oleh sebagian besar masyarakat. Ketidaksetaraan gender ini sering tergambarkan dengan adanya kasus-kasus pelanggaran terkait dengan diskriminasi perempuan, khususnya bagi buruh perempuan di perindustrian Indonesia. 

Perkembangan perindustrian di Indonesia tidak lepas dari peran para buruh perempuan, tetapi pihak petinggi industri kurang mengedepankan kepentingan hak-hak dan kewajiban yang dimiliki oleh buruh perempuan tersebut. Selain itu buruh perempuan juga dianggap memiliki banyak resiko dibandingkan buruh laki-laki, seperti resiko kehamilan, resiko kekerasan verbal, resiko kekerasan seksual dan sebagainya.

Berkaitan dengan diskriminasi perempuan di bidang industri, berikut merupakan kasus-kasus yang dialami buruh perempuan di perindustrian Indonesia.

Terabaikannya hak-hak buruh perempuan yang bekerja di perusahaan produsen es krim PT.Alpen Food Industry (AFI) atau dikenal dengan Aice.

Pada tahun 2020, kasus ini menjadi perbincangan yang cukup hangat oleh masyarakat Indonesia karena munculnya kejadian yang tidak berprikemanusiaan yang dilakukan oleh Pihak PT.Alpen Food Industry (AFI) atau dikenal dengan Aice. 

Perusahan tersebut diduga melakukan eksploitasi, hingga menyebabkan sejumlah buruh perempuan yang hamil mengalami keguguran. Sejak tahun 2019 hingga saat ini, sudah terdapat 15 kasus keguguran dan enam kasus bayi yang lahir dengan kondisi tidak bernyawa dialami oleh buruh perempuan Aice.

Kasus tersebut menunjukkan adanya ketidaksetaraan gender yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu yang menyangkut persepsi masyarakat mengenai seorang perempuan. 

Baca juga: Dampak UU Omnibus Law terhadap Buruh Perempuan di Indonesia

Ketidaksetaraan gender dapat disebabkan oleh stigma dari budaya patriarki atau adanya marginalisasi dalam perkerjaan, yang mengungkapkan bahwa perempuan lebih lemah ketimpang laki-laki. Hal tersebut merupakan hal yang menjadi alasan sebuah perusahaan untuk memperkerjakan seorang perempuan. 

Perempuan dianggap lebih rentan sehingga perusahaan harus memberikan keringanan pekerjaan, seperti cuti haid, cuti kehamilan dan peringanan beban pekerjaan lainnya. Perempuan pun hanya dianggap sebagai pelenggap kaum laki-laki, sehingga perempuan diperlakukan secara semena-mena. 

Diskriminasi dalam pekerjaan pun dapat terjadi karena kedudukan perempuan yang Subordinat dalam Sosial dan Budaya. Anggapan ini mengungkapkan bahwa perempuan tidak dapat tampil sebagai pemimpin karena dianggap irrasional atau emosional yang mengakibatkan munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang kurang penting. Oleh karena itu, perempuan dalam dunia kerja dibatasi dalam posisi atau jabatannya serta jumlah perolehan upah.

Kasus ketidaksetaraan gender yang terjadi pada buruh perempuan di perusahaan Aice ini, menunjukkan bahwa perusahaan telah lalai dalam mematuhi peraturan-peraturan terkait hak asasi manusia dan ketenagakerjaan perempuan. 

Dalam kasus ini perusahaan Aice telah melanggar Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 Pasal 72 tentang ketenagakerjaan. Pasal 72 UU 13 tahun 2003 tersebut berisi tentang larangan pengusaha mempekerjakan pekerja perempuan hamil masuk pada shift malam (23.00-07.00), sedangkan perusahaan tetap memperkerjakan buruh perempuan yang hamil pada shift malam. 

Dalam pasal yang sama, telah diatur bahwa buruh perempuan berhak untuk mendapatkan cuti haid tetapi pihak perusahaan terus mempersulit cuti tersebut dengan proses perizinan yang rumit. Kasus tersebut juga  

Kasus ini terkait dengan adanya sistem kerja yang eksploitatif, pengabaian hak-hak buruh dan berbagai kekerasan yang dialami oleh buruh perempuan di pabrik garmen di Kawasan Berikat Nusantara (BKN) Cakung. Diketahui juga bahwa perusahaan tersebut sering kali memberikan hukuman-hukuman yang tidak manusiawi kepada pekerjanya. 

Baca juga: IWD dan Buruh Perempuan, Waktu Bercinta dan Omnibus Law Cipta Kerja

Salah satu buruh perempuan yang berusia 32 tahun, kerap kali mengalami kejadiaan yang tidak mengenakan sebagai buruh di pabrik tersebut. 

Kejadian tersebut bermula ketika ia telah kembali bekerja setelah mengambil cuti karena sakit tifus. Saat kembali ke pabrik, ia mendapatkan hukuman dengan dilarang untuk bekerja dan duduk, serta mendapatkan kekerasan secara verbal oleh pejabat pabrik. 

Tidak hanya perempuan tersebut, sebagian besar buruh perempuan yang bekerja di pabrik tersebut telah mengalami ekspoitasi dan kekerasan baik secara verbal maupun seksual. Buruh hamil di KBN Cakung ini juga mengalami tekanan saat bekerja. Mereka wajib lembur meski sedang hamil dan sering kali tidak dibayar.

Dalam kasus pabrik garmen BKN Cakung, dapat dilihat bahwa kejadian tersebut merupakan salah satu wujud nyata ketidaksetaraan gender di bidang pekerjaan. Munculnya tindakan terkait ketidaksetaraan gender disebabkan oleh beberapa faktor yang menyangkut persepsi dari masyarakat tentang perempuan. 

Stereotipe terhadap perempuan merupakan salah satu penyebab diskriminasi yang dialami oleh buruh pabrik perempuan. Banyak stereotipe atau penandaan yang dilekatkan pada perempuan memberikan beban tersendiri bagi seorang perempuan. Salah satu stereotipa yang melekat pada perempuan adalah bahwa perempuan lebih lemah ketimbang laki-laki. 

Karena anggapan tersebut, perempuan diperlakukan secara semena-mena seperti yang dialami oleh para buruh perempuan di KBN Cakung. 

Petinggi pabrik bersikap semena-mena dengan mengabaikan hak-hak para buruh perempuan dan melakukan kekerasan-kekerasan karena mereka menganggap bahwa buruh perempuan hanya akan menerima perlakuan tersebut tanpa adanya perlawanan. Bahkan diskriminasi terlihat jelas dengan dipekerjakaannya buruh perempuan yang sedang hamil untuk bekerja lembur bahkan tanpa dibayar uang lembur.

Kekerasan verbal merupakan salah satu tindakan yang mencerminkan ketidaksetaraan gender yang sering dialami oleh buruh perempuan di KBN Cakung. Kekerasan verbal merupakan kekerasan terhadap perasaan seseorang dengan menggunakan kata-kata kasar tanpa menyentuh fisiknya. 

Kekerasan verbal akan berpengaruh kepada psikologis korban, yang bahkan pengaruhnya akan lebih sulit untuk disembuhkan ketimbang kekerasan fisik. Seperti yang dialami sebagian besar buruh perempuan di KBN Cakung, para buruh akan dapat saja mengalami trauma karena caki-maki yang dilakukan oleh petinggi pabrik.

Perlakukan semena-mena KBN Cakung terhadap buruh perempuannya merupakan tindakan yang menyimpang dari peraturan-peraturan yang berlaku. 

Tindakan perusahaan tersebut juga merupakan tindakan pelanggaran hak asasi manusia terkait ketidaksetaraan gender. Dalam kasus ini, KBN Cakung telah melanggar Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Pelanggaran tersebut terkait dipembekerjakannya wanita hamil di shift malam, pengabaian cuti serta kekerasan verbal dan fisik.

Baca juga: Peran Ganda Buruh Perempuan

Ketidaksetaraan gender yang di alami oleh buruh perempuan merupakan hal yang harus diatasi. Kesetaraan gender dapat dicapai dengan dua tindakan yaitu tindakan protektif dan tindakan afirmatif. 

Tindakan protektif dilakukan untuk melindungi pekerja perempuan yang dianggap rentan serta perempuan yang sedang hamil dan menyusui dengan memperketat peraturan atau kebijakan. Sedangkan tindakan afirmatif merupakan tindakan khusus yang dirancang untuk mengatasi dampak diskriminasi di masa lalu atau masa kini dengan dilakukannya pembaharuan peraturan secara berkala.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun